Selasa, Februari 4Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

Kritik Sastra

Dari Meja Pengadilan Penulis (1/8): Tentang HD Gumilang dan Selayang Pandang Sirah Nabawiyah

Dari Meja Pengadilan Penulis (1/8): Tentang HD Gumilang dan Selayang Pandang Sirah Nabawiyah

Kritik Sastra
KRITIK SASTRA, FLP.or.id - FLP Wilayah Jawa Barat mencatatkan sejarah dengan menghidupkan kegiatan Pengadilan Penulis. Persidangannya diselenggarakan pada Sabtu, 24 Desember 2017 di Sekolah Alam Jatinangor. Kegiatan itu diadakan di antara rangkaian acara Musyawarah Wilayah ke-5 FLP Jabar. Kendati semula direncanakan berlangsung selama 1 jam, tetapi serunya persidangan membuat pengadilan digelar hingga lebih dari 2 jam. Bertindak sebagai Hakim yakni M. Irfan Hidayatullah, Jaksa Penuntut Topik Mulyana, serta Pengacara Dedi L. Setiawan dan M. Dzanuryadi. Ada sebanyak 8 terdakwa dihadapkan ke meja tulis yaitu HD Gumilang, Robi Afrizan Saputra, M. Ginanjar Eka Arli, Asep Dani, Sri Wahyuni Sastradiharjo, Aya NH, Tuti Frutty, dan Windra Yuniarsih. Menurut penulis Nurbaiti Hikaru yang sempat men...

Minat Baca dan Mudik Buku

Karya, Kritik Sastra
Bicara soal minat baca masyarakat Indonesia, kita punya cukup koleksi data yang bikin prihatin. Sebut saja, misalnya, yang sering jadi rujukan, yaitu survei Unesco pada 2012 yang menyebutkan bahwa dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang membaca serius. Survei terbaru yakni, sebagaimana dirilis Central Connecticut State University, Amerika Serikat, pada Maret 2016, dengan tajuk Most Literate Nations in the World, tingkat kemampuan membaca dan menulis masyarakat Indonesia berada diurutan ke-60 dari 61 negara yang disurvei (jpnn.com, 13 April 2016). Masih berdasarkan laporan tersebut, terkait keberadaan perpustakaan atau infrastruktur literasi, Indonesia diurutan ke-36, di atas Korea Selatan (42), Malaysia (44), Jerman (47), Belanda (53), bahkan Singapura (59). Artinya, bangunan perp...
Di Hadap-Mu

Di Hadap-Mu

Karya, Kritik Sastra, Puisi
Di Hadap-Mu Oleh Aulia Prasetioadi Aku salah satu dari mereka hamba-Mu yang berlumuran dosa Aku salah satu dari mereka hamba-Mu yang jarang menekukkan kaki menyembah kepada-Mu Aku salah satu dari mereka hamba-Mu yang terlalu asyik dengan dunia-Mu Aku salah satu dari mereka hamba-Mu yang terkadang lupa bersyukur kepada-Mu... Tetapi, dibalik semua itu... Kau masih memberikan kesabaran yang melimpah kepadaku, Masih memberikan kepercayaan  kepadaku, Masih mengingatkanku untuk senantiasa bersyukur, Kesempatan untuk merasakan dan menikmati semua kenikmatan darimu kepadaku, Menuaikan mimpiku yang tertanam kepadaku, Tak hentinya menyiram dan menanam cinta didalam hatiku. Sesungguhnya, Wahai Kau Sang Maha Sempurna dan Maha Penyayang, aku berterimakasih kepada-Mu dari dalam lubuk hati seorang yang p...
Visi Ketuhanan dalam Berkarya (bag 1)

Visi Ketuhanan dalam Berkarya (bag 1)

Karya, Kritik Sastra
Sebuah karya sastra tidak lahir begitu saja. Ia tidak muncul dari ruang yang kosong. Karya sastra yang kuat biasanya lahir dari penulis yang pula kuat visi atau pandangan kepengarangannya. Dalam esai singkat ini kita mencoba menyimak visi ketuhanan khususnya keislaman dalam karang-mengarang. Dalam esai ini kita antara lain akan membaca dengan singkat beberapa karya dan pemikiran sastrawan Islam. Kuntowijoyo, Sutardji Calzoum Bachri, dan Danarto adalah contoh sebagian sastrawan yang menjadikan Tuhan sebagai sahabat dalam berkarya. Judul karangan ini mengacu pada kalimat Hamdy Salad dalam buku Agama Seni: Refleksi Teologis dalam Ruang Estetik (2000). Sementara pembahasan karya sastrawan yang disebut di muka sebagian besar merujuk pada paparan-paparan Abdul Hadi WM dalam buku esainya Kembali ...
Visi Ketuhanan dalam Berkarya (bag 4 )

Visi Ketuhanan dalam Berkarya (bag 4 )

Karya, Kritik Sastra
Danarto (lahir di Sragen, Jawa Tengah, 27 Juni 1940) meyakini bahwa sastra merupakan alat untuk menerima dan memberikan pencerahan. Salah satu karya sastranya adalah cerpen “Lempengan-lempengan Cahaya” yang disiarkan pertama kali di Horison, Juni 1988, lalu dimuat dalam buku kumpulan cerpen Setangkai Melati di Sayap Jibril (2001). Menurut Abdul Hadi WM, “Lempengan-lempengan Cahaya” berhasil memadukan dimensi sosial dan dimensi transendental yang diidamkan setiap penulis sufistik. “Lempengan-lempengan Cahaya” memilih tempat di Palestina ketika pasukan Israel bentrok dengan orang-orang Palestina yang melancarkan intifadah. Cerpen ini dibuka dengan percakapan antara Surah al-Fatihah, Ayat Kursi, dan Surah Ali Imran ayat 18-19 sebelum ketiganya diwahyukan kepada Nabi Muhammad dan kemudian ters...
Visi Ketuhanan dalam Berkarya (bag 3)

Visi Ketuhanan dalam Berkarya (bag 3)

Karya, Kritik Sastra
Sutardji Calzoum Bachri (lahir di Renggat, Riau, 24 Juni 1941) dalam khazanah kesusastraan Indonesia barangkali lebih terkenal dengan kredo puisinya yang kontroversial dan menghebohkan pada tahun 1970-an. Menurutnya, “Kata (dalam puisi) harus dibebaskan dari beban pengertian.” Tapi dalam perjalanan kepenyairannya ia terus melakukan pengembaraan dan pencarian spiritual. Tidak heran terdapat juga nada sufistik atau mistikal dalam sajak-sajaknya yang awal (terhimpun dalam buku O dan Amuk) yang cenderung nihilistik. Menurut Abdul Hadi WM, gejala itu semacam kerinduan penyair akan sastra transendental. Dalam kumpulan puisinya ketiga, Kapak, kecenderungan sufistik semakin jelas. Kapak secara umum merupakan kumpulan puisi berisi renungan akan maut dan kefanaan manusia. Renungan yang mendalam akan...
Visi Ketuhanan dalam Berkarya (bag 2)

Visi Ketuhanan dalam Berkarya (bag 2)

Karya, Kritik Sastra
Menyimak Kuntowijoyo kita mendapatkan bahwa untuk sebuah sastra transendental yang terpenting ialah makna, bukan semata-mata bentuk. Oleh karenanya ia lebih bersifat abstrak, bukan konkret; spiritual, bukan empiris; dan yang di dalam, bukan yang di permukaan. Dalam esai “Saya Kira Kita Memerlukan Juga Sebuah Sastra Transendental” Kuntowijoyo menyatakan pembebasan pertama yang harus dilakukan oleh pengarang, berhubungan dengan sastra, adalah menyangkut bahan penulisan. Para pengarang selama ini, menurut dia, selalu terikat dan tergantung pada aktualitas. Keterikatan dan ketergantungan semacam ini harus dilepaskan agar seorang pengarang bisa mendapatkan sebuah gagasan murni tentang dunia dan manusia. Dengan cara demikian angan-angan dan pikiran kita sanggup mencipta sebuah “dunia tersendiri”...

Pin It on Pinterest