JAKARTA, FLP.or.id – Program Penulisan yang digelar Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA), sedang berlangsung di Cianjur dari tanggal 7 Agustus hingga 13 Agustus mendatang. Sebanyak 17 penulis terpilih menjadi peserta, setelah melalui berbagai seleksi. Mereka terdiri dari 13 penulis dari Indonesia, 2 penulis dari Malaysia, dan tiga penulis dari Brunei Darussalam.
Dua orang peserta dari Indonesia ialah Nurbaiti dan Adibah L Najmy. Keduanya tak lain merupakan anggota Forum Lingkar Pena. Nurbaiti tercatat sebagai staf Divisi Bisnis Badan Pengurus Pusat (BPP) FLP. Sedangkan Adibah L Najmy adalah pegiat literasi di FLP Sulawesi Selatan. “Adibah adalah Ketua FLP Ranting Universitas Muslim Indonesia,” kata Gegge Mapangewa, anggota BPP FLP yang juga pegiat FLP di Sulawesi mengonfirmasi.
Melalui media sosial Facebook pada Kamis (4/8/2016) lalu, Nurbaiti mengungkapkan rasa syukurnya terpilih sebagai peserta program tersebut. Ia juga membagikan agenda yang dijalani selama mengikuti sesi-sesi diskusi dan bimbingan.
Program MASTERA tersebut dibimbing langsung oleh para sastrawan nasional dan jiran, yaitu Ahmad Tohari, Agus R Sarjono, Triyanto Triwikromo, Abidah el Khaliaqy, Norsiah Abdul Gapar (Brunei), dan DR Kamariah binti Kamarudin (Malaysia).
“Acara diskusi kelompok ini mengingatkan sesi ‘pembantaian karya’ FLP Bandung zaman kuliah dulu,” kata Nurbaiti.
Terkait keikutsertaannya itu, anggota Dewan Pertimbangan FLP, M Irfan Hidayatullah, menyampaikan harapan kepada Nurbaiti, agar sehabis mengikuti MASTERA nantinya, siap untuk turut mengembangkan sistem pembinaan menulis di FLP.
Harapan itu senada dengan pernyataan Ketua Pelaksana dan Sekretaris Mastera Indonesia, Ganjar Harimansyah, yang ingin mendorong penulis muda untuk aktif dalam komunitas kesastraan dan kepenulisan. Sehingga, diharapkan dapat menularkan pengalaman dan ilmu yang diperoleh dari program ini. Demikian seperti dikutip Bisnis.com (9/8/2016).
Sementara itu, anggota Badan Pengurus Pusat (BPP) FLP, Ali Muakhir turut menyampaikan harapan. “Semoga menghasilkan karya yang hebat dan bermanfaat,” ujar Ali kepada redaksi FLP.or.id.
Dalam pembukaan program penulisan MASTERA (Majelis Sastra Asia Tenggara) itu pada Ahad (7/8/2016) lalu, sastrawan Ahmad Tohari memberikan kata sambutan. Menurut Kang Tohari, sastrawan harus menyadari bahwa keberadaan dirinya adalah penting, tidak kalah penting dari politikus atau insinyur.
Sastrawan yang dikenal dengan novel Ronggeng Dukuh Paruk dan Kubah (1985) itu juga menjelaskan, seperti dikutip dari NU Online (8/8/2016), nilai penting dari keberadaan sastrawan adalah karena dengan karya-karyanya membantu membangun karakter bangsa. Kang Tohari menyebut, di Indonesia sempat marak adanya krisis multidimensi. Penyebabnya adalah karena masyarakat dan pemerintah sudah terlalu lama mengabaikan kesusastraan. (red/bisnis/nuonline)
Foto: Twitter @Nurbaiti_Hikaru