Rabu, Mei 1Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti


Penulis Gegge S. Mappangewa: “Saya Semakin Menyadari, Saya Tak Berbakat Menulis”

Menulis Itu Gampang, kata Arswendo Atmowiloto. Buku inilah yang membuatku optimistis bahwa saya bisa jadi penulis. Saya mengenal buku Menulis Itu Gampang di rumah teman kelompok belajar saya saat SMP di kampung. Bertemu buku itu lagi, 5 tahun ke depan saat saya kuliah Teknik Mesin di UMI Makassar. Saya masuk perpustakaan hanya untuk membaca dan membaca buku ini lagi, karena tak bisa dipinjam keluar.

Selain membaca buku itu, saya juga rajin membaca majalah remaja. Belinya yang bekas biar murah. Bukan irit, tapi memang saat kuliah, saya termasuk orang berada; berada dalam kesulitan. Majalah Aneka dan Anita paling sering. Kadang, cerpen yang paling kusuka, kubaca berulang-ulang, berkali-kali kumurajaah, semua demi mudah menulis.

Nama-nama penulis yang masih kuingat meski lupa judul cerpennya, Aan Almaidah Anwar, Eki Nastitie, Ade Tenu, Agustus Maghribi, Ayi Jufridar,Ganda Pekasih, dan beberapa nama lagi yang tak kulupa karena memang sekarang sudah berteman di dumay.

Saya juga mengingat judul-judul cerpen yang penulisnya malah kulupa, seperti: Bulan di Atas Sumur, Seribu Burung Layang-Layang, Rindu Seluas Samudera.

Menulis, membaca, sudah. Satu lagi yang menjadi penyemangatku adalah bermimpi. Saya selalu memimpikan namaku ada di bawah judul cerpen di sebuah majalah. Memimpikan namaku ada di daftar isi majalah, memimpikan namaku ada di daftar pemenang lomba cerpen. Tapi sepertinya hanya mimpi. Hanya mimpi untuk bertahun-tahun lamanya.

Saya semakin menyadari, saya tak berbakat menulis. Jika berbakat, saya tak harus menunggu bertahun-tahun untuk melihat namaku muncul di media. Tapi, saya punya minat, saya punya mimpi, saya punya semangat untuk terus membaca, terus menulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pin It on Pinterest

Share This