Senin, November 25Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

Tag: religiusitas

Religiositas Terpecah Chairil Anwar (Bagian 2 – Selesai)

Religiositas Terpecah Chairil Anwar (Bagian 2 – Selesai)

Majelis Puisi
DOA kepada pemeluk teguh Tuhanku/Dalam termangu/ Aku masih menyebut namamu //Biar susah sungguh/mengingat Kau penuh seluruh// cayaMu panas suci/tinggal kerdip lilin di kelam sunyi //Tuhanku //aku hilang bentuk/remuk//Tuhanku//aku mengembara di negeri asing // Tuhanku /di pintuMu aku mengetuk/ aku tidak bisa berpaling. 13 November 1943 Puisi tersebut adalah ikon dari religiusitas kepenyairan Chairil Anwar. Puisi “aman” yang membuat Chairil populer sebagai salah satu penyair religius. Pola ucapnya adalah pola ucap sufistis yang mengajak pembaca untuk melebur pada ke-Mahabesaran Tuhan. Bagusnya lagi ia mengungkapkan sebuah proses berat keberserahan kepada Tuhan /biar susah sungguh/ mengingat Kau penuh seluruh/ sebuah prose yang dialami oleh manusia pada umumnya. Namun, ia juga mengungkapka...
Religiositas Terpecah Chairil Anwar (Bagian 1)

Religiositas Terpecah Chairil Anwar (Bagian 1)

Majelis Puisi
Chairil Anwar adalah mitos dalam ranah kesusastraan Indonesia. Sejak kelahirannya sampai detik ini, ia masih tetap dirayakan dan bahkan (kadang) perayaan-perayaan tersebut bersipat repetisi. Puisi-puisinya, bait-bait puisinya, dan bahkan larik-larik puisi, bahkan frasa-frasa dari puisi-puisinya adalah semacam mantra yang diucapulang, direproduksi dalam berbagai teks penulis-penulis generasi setelahnya. Banyak sudah yang menganalisis Chairil sebagai teks kebudayaan dan mencari penyebab kenapa ia begitu legendaris. Ada yang menyebutkan karena ia berhasil mendobrak pola estetika sastra yang ada. Ada yang menyebutkan karena ia begitu independen, antipolitik, dan mendobrak pemikiran kebudayaan saat itu dengan pemikiran eksistensialisme Nietszian. Ada yang menyebutkan ia adalah sebagai seorang ...
Kebudayaan Indonesia Dalam Imajinasi

Kebudayaan Indonesia Dalam Imajinasi

Karya, Opini
Berbicara tentang kebudayaan Indonesia, saat ini, seperti memosisikan sesuatu  di dalam ruang-ruang imajinasi. Ya, karena begitu banyak dan berkelebatannya infiltrasi-infiltrasi identitas budaya. Sebuah ruang yang semula bisa diindra dengan kasat mata, kini bias karena munculnya  ruang jenis lain, yaitu ruang-ruang maya. Media, mulai media cetak sampai internet adalah lahan subur penyebar infiltrasi identitas kebudayaan Indonesia. Sutan Takdir Alisyahbana (1988: 1-2) menyebutkan bahwa ada tiga lapis kebudayaan Indonesia. Pertama, lapis kebudayaan Indonesia Asli.  Kedua lapisan kebudayaan India, atau yang seperti biasa disebut kebudayaan Hindu. Ketiga, lapis kebudayaan Islam. Ketiga lapisan itulah yang kemudian berhadapan dengan kebudayaan modern sejak kehadiran kolonial di bumi Indonesia....

Pin It on Pinterest