Selasa, Januari 14Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

Resensi Novel Renggenis : Altitude 3088

Perjalanan Mengajarkan Arti Persahabatan

Oleh : Oleh: Danz Chisaemaru

Judul : Rengganis : Altitude 3088

Penulis : Azzura Dayana

Tebal Halaman : 232 halaman

Penerbit : Indiva Media Kreasi

Tahun Terbit : Agustus 2014

ISBN : 978-602-1614-26-6

Aku cuma kehilangan secuil daging kaki karena disayat batu.

Sementara yang sedang kita cari ini adalah satu tubuh utuh dari seorang sahabat. Mana yang lebih penting? ” Rengganis : Altitude 3088, hal. 189.

Kalimat ini begitu menyentuh hati ketika saya sedang asyik membaca lembar demi lembar novel karya Azzura Dayana. Padasaatitudiceritakanbahwa salah satu teman Dewo dan Fathur hilang di puncak gunung yang baru diketahui saat fajar menyapa. Dewo yang kakinya terluka saat pendakian tetap kekeuh tanpa istirahat untuk mencari sahabatnya hingga ditemukan tanpa peduli lagi dengan luka yang ia rasa. Di sinilah pembuktian persahabatan itu. Bukan hanya kata, tapi ia buktikan dengan tindakan penuh cinta.

Dari awal novel ini memiliki pilihan kata yang apik, puitis, dan hampir tak menemukan kesalahan dalam penulisannya. Penulis mengutamakan kata baku untuk ditampilkan, membuat pembaca selalu merasuk dalam alam bawah sadar setiap susunan katanya tanpa harus bertanya-tanya.

Novel ini bercerita tentang perjalanan satu tim pendaki yang berisi delapan orang melakukan pendakian di Gunung Argopuro. Pendakian dimulai dari titik pendakian Desa Baderan, dan turun melalui jalur pendakian Desa Bermi. Serba-serbi perjalanan dalam pendakian tersaji lengkap. Di mana mereka diuji dalam kekompakan untuk bisa bertahan di alam bebas dengan bekal yang mereka bawa. Mereka juga diuji untuk bisa saling percaya satu sama lain sebagai tim.

Berlatar di gunung, novel ini menyajikan cerita yang begitu apik untuk dinikmati. Penggambaran latar cerita begitu terasa nyata, bahkan bagi saya seorang pembaca yang belum pernah mengalami pendakian ke sana. Setiap momen cerita disampaikan secara terperinci oleh penulis, jadi kita bisa berimajinasi berada di sana juga mengikuti cerita. Apalagi jika diposisikan pembaca sebagai seorang pendaki juga, langsung geregetan pingin langsung berangkat ke sana melakukan pendakian juga seperti yang saya rasakan.

Lebih dari dua ratus halaman tidak terasa saat membaca novel ini. Bab demi babnya selalu meninggalkan rasa penasaran, membuat diri ini tak mau memberi jeda saat membaca agar tahu kelanjutan ceritanya.

Di dalam novel ini banyak pesan yang disampaikan penulis untuk kita sebagai pembaca. Diantaranya ada pesan untuk para pendaki agar selalu menjaga lingkungan, bukan seperti orang yang mengaku pecinta alam tapi merusak alam dengan membuang sampah sembarang, mengambil barang-barang peninggalan sejarah, meninggalkan jejak berupa coretan yang tak bisa dihapuskan, atau merusak beberapa tanaman demi kesenangan. Pesan lain adalah tentang kerjasama tim, peduli dengan sesama, dan menjaga persahabatan.

Gimana? Kalian penasaran juga kan?

Bagi yang sudah baca juga, yuk berbagi cerita.

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pin It on Pinterest

Share This