KRITIK SASTRA, FLP.or.id – Untuk kepentingan penyebarluasan khazanah kepenulisan, Notulensi Pengadilan Penulis akan dimuat secara berseri di laman ini. Pertama dimulai dengan terdakwa H.D. Gumilang dan karyanya yang mengulas sejarah nabi. Kedua, ditampilkan catatan Pengadilan atas penulis Robi Afrizan Saputra dan buku “Sedang Memperjuangkanmu”. Ketiga, merupakan isi notulensi atas karya M. Ginanjar Eka Arli. Keempat, giliran catatan untuk puisi-puisi Asep Dani. Kali ini, bedahan atas syair-syair Sri Iswahyuni.
Bertindak sebagai Hakim yakni M. Irfan Hidayatullah, Jaksa Penuntut Topik Mulyana, serta Pengacara Dedi L. Setiawan dan M. Dzanuryadi. Ada sebanyak 8 terdakwa dihadapkan ke meja tulis yaitu HD Gumilang, Robi Afrizan Saputra, M. Ginanjar Eka Arli, Asep Dani, Sri Wahyuni Sastradiharjo, Aya NH, Tuti Frutty, dan Windra Yuniarsih.
Itulah susunan petugas dalam Pengadilan Penulis 2017. FLP Wilayah Jawa Barat mencatatkan sejarah dengan menghidupkan kegiatan tersebut. Persidangannya diselenggarakan pada Sabtu, 24 Desember 2017 di Sekolah Alam Jatinangor. Kegiatan itu diadakan di antara rangkaian acara Musyawarah Wilayah ke-5 FLP Jabar. Kendati semula direncanakan berlangsung selama 1 jam, tetapi serunya persidangan membuat pengadilan digelar hingga lebih dari 2 jam.
Syair Islami Sri Wahyuni Sastradiharjo dalam Tafakur Cinta
Kebetulan, tema yang diambil Sri sama dengan terdakwa sebelumnya yakni: Puisi.
Namun, Jaksa berpendapat bahwa dibanding Asep Dani, puisi-puisi Sri masih miskin diksi, meski tema-tema yang diambilnya cukup Aman.
Satu pesan yang ditekankan oleh Jaksa bahwa hal yang menarik tentang puisi adalah: Rima dan Irama (Musikalitas dalam Karya). Dan, sayangnya, hal tersebut belum terdapat pada syair-syair yang ditulis Sri.
Kesimpulan dari Jaksa bahwa buku ini bisa terbit tapi dengan catatan edit total karena mengambil tema Keagamaan (berat tanggung jawabnya).
Senada dengan pendapat Jaksa, Hakim juga menyarankan bagi Sri untuk lebh banyak lagi membaca puisi dan pahami teori-teorinya. Pelajari kembali estetika berpuisi dan masukkan unsur-unsur dakwahnya. Maka, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau akan terlampaui. Keindahan sastranya akan didapat tanpa melupakan syiar dari syair itu sendiri.