Selasa, November 26Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

Literasi Anak

640xauto-menulis-cerita-bantu-cara-berpikir-anak-1212121-1Ada fenomena menarik dalam kurun sepuluh tahun terakhir: penulis anak-anak.

Siswa sekolah dasar dengan rentang usia 9 hingga 12 tahun yang memiliki minat besar terhadap dunia kepenulisan, dapat bercerita tentang dunia mereka dengan bahasa-bahasa khas, mendapat tempat istimewa di tengah khalayak dan masyarakat perbukuan. Pendapatan penerbit maupun royalti yang diterima anak-anak cukup fantastis; tiga hingga lima kali lebih besar dari penulis dewasa!

Masyarakat yang mulai menyadari pentingnya kecerdasan majemuk atau multiple intelligent menyambut fenomena ini dengan gembira. Anak-anak tidak harus dituntut prestasi akademik, banyak potensi lain yang dapat dimunculkan. Musik, olahraga, seni lukis, juga seni sastra atau yang disederhanakan dengan dunia tulis menulis. Boleh jadi seorang anak tak unggul dalam bidang matematika, tetapi sangat genius dalam olah kata.

Dunia literasi anak tentu berbeda dengan literasi dewasa.  Jangan bayangkan standar Rudyard Kipling, Alex Duma, Najib Mahfudz atau Mark Twain. Buku anak-anak sangat ringan dibaca, ceritanya seringkali seragam – bercerita tentang sekolah, persahabatan atau perselisihan antar teman, hobi dan petualangan. Nama tokohnya unik, setting campur baur antara realita dan imajinasi, dengan alur yang mudah ditebak.

Meski ringan dibaca, buku anak yang ditulis anak-anak memiliki dampak besar dalam tahapan perkembangan. Anak dan orangtua mulai suka berburu buku si penulis kecil yang tampil dengan cover meriah berwarna-warni.

Dunia baca yang dulu hanya dipadati oleh buku-buku karya orangtua yang kadang tak menyelami ritme dunia anak, sekarang menjadi lebih kaya ragam. Genre anak-anak dan belia atau remaja, menjadi aliran baru yang deras penikmatnya. Buku atau karya sastra menjadi produk yang menurut Horatio dulce et utile (mendidik dengan cara menghibur),  menurut Edgar Allan Poe didactic heresy (pendidikan yang menyenangkan).

Literasi anak yang mulai digemari oleh banyak kalangan, tetap harus disikapi bijaksana. Munculnya genre ini diikuti semangat orangtua untuk  melibatkan putra putrinya secara aktif di dunia perbukuan dengan mengikuti seminar-seminar kepenulisan, sekolah menulis atau kursus singkat menerbitkan buku. Hal ini merupakan kebutuhan simbiosis mutualisme, dimana penyedia layanan yang tahu seluk beluk literasi anak bertemu dengan kebutuhan pengguna dalam hal ini orangtua dan anak-anak.

kidswriting_mi9Ada hal penting yang tak boleh dilewati oleh siapapun yang beraktivitas dalam dunia tulis menulis; baik penulis anak, cerpenis dan novelis dewasa, jurnalis atau kritikus karya;  prosesi membaca.

Menjadi penulis berarti telah melewati sekian langkah yang melampaui membaca: mempelajari,  menelaah, mengambil hikmah, menuangkan kembali. Kebijaksanaan itu dapat dilalui antara lain dengan memperbanyak bahan bacaan. Melihat sisi pragmatis literasi anak yang menghasilkan royalti fantastis, tentu tak bijak bila orangtua memaksakan anak menghasilkan karya tulis sementara prosesi membaca belum dilalui.

Menjadi penulis –meski memiliki bakat- juga bukan proses yang mudah sebagaimana penyanyi cilik dan musisi cilik juga harus intens berlatih. Mendorong, memaksa anak menghasilkan buku dengan menulis dapat membangkitkan frustrasi dan lagi-lagi membangun mental pragmatis bagi generasi penerus.

Adalah bijaksana, bila memperkenalkan dunia menulis sekaligus dengan kecintaan pada dunia membaca. Tujuan kita menghadirkan penulis cilik agar muncul manusia-manusia dengan beragam kecerdasan majemuk yang kelak siap memimpin negeri ini dengan kebijaksanaan dan kecerdasan yang kental, bukan sekedar mental oportunis.

Bagaimana membangkitkan kecintaan pada membaca?

Orangtua perlu menyiapkan fasilitas dan memberikan teladan. Tak harus memborong ensikopedia anak-anak full colour dengan harga melangit, tetapi perlu menciptakan aura arus literasi di rumah. Membeli koran atau majalah bekas, berburu buku diskon, mengganti jadwal menonton televisi dengan membaca bersama. Menempel berita istimewa di dinding, membahas suatu tema buku atau tulisan headline di koran.

Saat prosesi membaca telah menjadi bagian yang mendarah daging di rumah, setiap anggota keluarga siap untuk menulis. Anak akan belajar menuangkan ide tentang bagaimana menghadapi ‘siksaan’ matematika, dengan menulis. Anak akan belajar menghadapi gangguan teman, dengan menulis. Anak akan belajar memprotes orangtua, dengan menulis.

Ketika prosesi membaca telah dibangun orangtua, sedikit “dorongan” dan latihan keras untuk menghasilkan sebuah produk karya tulis, rasanya bukan suatu dosa. Sebagaimana Amy Chua dalam Hymne Battle of Tiger Mother mengajarkan filosofi China kepada putri-putrinya yang besar di Amerika tentang budaya kompetisi dan prestasi yang telah mendarah daging. Usai pemahaman filosofi, Chua menggembleng dengan latihan piano dan biola yang intens.

Jangan terburu mendesak anak memasuki barisan penulis cilik. Bangunkan dunia yang meriah dengan membaca, cari hal-hal apa yang menjadi impian anak-anak dan belum ditemukannya dalam buku. Lalu lakukan seperti apa yang diperintahkan dalam Inkheart. [sy]

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pin It on Pinterest

Share This