SENANDIKA, FLP.or.id – Cinta yang Perlu Dipertimbangkan
Cinta pada suami atau istri orang.
Cinta pada teman sejenis.
Cinta pada anak di bawah umur.
Awalnya, mungkin anugerah.
Ah, cinta dan sayang pada suami/istri orang, awalnya karena rekan bisnis. Bukankah mencintai saudara itu ajaran agama yang mulia? Bukankah memberi perhatian & hadiah, adalah bagian dari persahabatan? Bukankah kata Rasulullas Saw : tahaddu tahabbu, memberi hadiahlah agar kalian saling mencintai?
Lalu suami atau istri orang yang tadinya hanya sahabat, tempat berkonsultasi, rekan bisnis, rekan organisasi, rekan sejawat lama-lama menjadi rekan sehati. Pertimbangkanlah, bahwa Tuhan Maha Melihat.
Maha Menghitung.
“Aku jatuh cinta pada teman sekelasku di kelas Magister. Ia begitu pintar dan mempesona. Aku telah punya istri dan anak-anak. Tetapi bayangan temanku yang memikat, begitu mendominasi. Aku sering menangis di masjid, sembari membaca Quran. Ya Allah…aku nggak mau ini. Kenapa hatiku tergoda untuk berselingkuh?
Aku tahu hatiku sakit. Karena kutahu istriku demikian baik. Maka aku rajin ke masjid, baca Quran dan kuminta teman-teman menasehatiku. Lambat laun hatiku menjadi netral. Tiap kali melihat temanku di kelas Magister, aku merasa bersalah. Aku menyayanginya dan menghormatinya sebagai teman sekarang. Betapa, beruntungnya aku punya istri yang setia melayaniku di rumah.”
Demikianlah pengakuan seorang lelaki.
Cinta pada teman sejenis.
Ah, bukankah ini boleh?
Ia yang merupakan teman, sahabat, sosok yang selalu ada ketika kita sekolah dan kuliah. Ketika kerja. Ia yang sigap mendengarkan keluh kesah. Ia yang tidak pernah mematikan koneksi internet dan mau jam berapapun dianggu. Ia bahkan rela menyisihkan uangnya demi kepentingan kita. Tidakkah sahabat semacam ini adalah belahan jiwa yang sesungguhnya?
Mencintai teman sejenis, sungguh tidak terlarang, ketika masih dalam batas persahabatan. Tetapi ketika melampaui batas persahabatan, tidakkah perlu mengobati hati kita yang tengah terluka itu seperti sosok lelaki si pembaca Quran di masjid dalam kisah di atas?
“Aku selalu jatuh cinta pada perempuan, meski aku juga perempuan. Tetapi ketika aku berjilbab, aku belajar agama, aku tahu Tuhan melarangku dmeikian. Aku menangis. Hatiku sakit. Aku jatuh cinta pada sahabatku. Dan apapun bisa kulakukan, kalau mau. Ya siapa yang mencurigai dua anak gadis yang tinggal satu kamar? Orang lebih curiga cowok cewek tinggal seatap.
Tetapi, aku rasa Tuhan tidak mengizinkan ini.
Maka aku berjuang setengah mati mencoba mencintai lelaki.
Aku maskulin, maka aku mencoba lebih feminine. Dan aku mencoba untuk memikirkan lelaki, jatuh cinta pada lelaki dan membayangkan kelak suamiku lelaki. Ternyata kau bisa jatuh cinta pada seorang lelaki temanku! Horeee! Alhamdulillah. Aku nggak mau pacaran, tetapi hatiku bahagia. Ternyata aku pun bisa jatuh cinta pada lawan jenis.
Semua tergantung bagaimana cara kita mengelola hati.”