Makassar, – Badan Pengurus Pusat (BPP) Forum Lingkar Pena (FLP) menggelar agenda akbar Milad ke-25 di Hotel Amaris, Pengayoman, Makassar pada Ahad (27/03/2022) kemarin.
Perhelatan milad kali ini dirangkaikan dengan Seminar Nasional. Panitia Pelaksana (Panpel) mengangkat tema, “Mengokohkan Kearifan Lokal di Era Digital: Kiprah 25 Tahun Literasi Berkeadaban”.
Acara ini diikuti oleh ratusan anggota FLP dari beberapa cabang dan ranting di Sulawesi Selatan (Sulsel) dan tamu undangan dari beberapa instansi.
Pengurus BPP menghadirkan narasumber hebat pada Milad 25 kali ini. Tak tanggung-tanggung, narasumber yang dihadirkan di antaranya, Dr. Rosma Tami (Dosen Bahasa dan Sastra Inggris UIN Alauddin Makassar), Dr. Irfan Hidayatullah (Dosen Sastra Indonesia Universitas Padjajaran/Dewan Pertimbangan BPP FLP), dan Drs. Yani Paryono (Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulsel).
Drs. Yani Paryono (Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulsel) yang membuka acara Milad sangat mengapresiasi kerja-kerja punggawa FLP. Kata Yani, “Kami telah banyak dibantu dalam menularkan virus literasi di kalangan masyarakat.”
Momen ini merupakan momen spesial karena menjadi milad FLP yang telah seperempat abad melingkar di bumi pertiwi. Yang paling inti adalah mengingat kembali sejarah. Dipandu langsung oleh Batara Al Isra, Ketua FLP Wilayah Sulsel, narasumber diarahkan bercerita tentang kearifan lokal pada era digital dan banyak merefleksi sejarah FLP di Indonesia.
S. Gegge Mappangewa, Ketua Umum BPP FLP, juga merefleksikan sejarah FLP di Nusantara. Katanya bahwa memang sejak dulu FLP telah mengangkat tema kearifan lokal melalui karya-karya anggotanya.
“FLP sejak lahirnya, 25 tahun lalu, sudah banyak mengangkat tema kearifan lokal melalui karya-karya anggotanya,” ujar S. Gegge Mappangewa.
Lebih lanjut, jebolan Teknik Mesin Universitas Muslim Indonesia itu mengatakan bahwa momen 25 tahun FLP di era digital ini bisa dijadikan langkah awal untuk semakin mengokohkan kearifan lokal.
“Saya merasa takjub karena peserta yang hadir pada gebyar milad kali ini mencapai ratusan orang, luar biasa,” tambahnya.
Penulis buku Lontara Rindu itu juga menambahkan, perihal karya sebisa mungkin tidak hanya berfokus di media cetak seperti dulu, tetapi juga di media digital dengan digitalisasi karya anggota.