Senin, November 25Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

Menonton Film Baik Sebelum Memusyawarahkan Kebaikan

Semacam catatan menyambut penyangan Duka Sedalam Cinta dan Munas FLP ke-4

Hujan renyai ketika mobil kami merangkak meninggalkan Serpong menuju Tebet bakda ashar. Meskipun tiba dua jam lebih lambat dari yang diperkirakan informan Google Maps yang gemar meralat prediksi waktu tempuh saban kemacetan memerangkap kami plus salah jalan yang sempat kami ambil, tapi tetap, Rabu, 18 September 2017, pukul 21.35 itu, kepenasaran atas kelanjutan film Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) itu akhirnya siap saya tuntaskan di XXI Kota Kasablanka Mall.

Kepenasaran itu sebenarnya lebih mewujud kelegaan, sebab saya yang sudah menungggu-nunggu jadwal penayangan Duka Sedalam Cinta (DSC), demikian sekuel KMGP ini dijuduli, belum juga mendapatkan informasi akurat terkait jadwal tayangnya di XXI, meskipun berbagai akun media sosial DSC sudah saya pantengi. Tapi, saya pikir, Helvy Tiana Rosa (HTR), selaku penulis buku dan produser, tentu sudah bisa menghadapi “ketakpastian” itu dengan optimisme-tak-kenal-mati sebab ia telah lebih banyak bersabar ketika menggarap KMGP hingga mendapatinya tayang di berbagai bioskop di Tanah Air tahun lalu. Pada titik ini, kepenasaran dan kelegaan saya sungguh tidak sebanding dengan gemerincah perasaaan perempuan itu dalam mengangkat cerita islami legendarisnya ke layar lebar!

Di tengah tren penggarapan film layar lebar berdasarkan buku-buku laris, fenomenalitas KMGP sebagai cerpen di majalah Annida (1993) lalu menuai sukses di pasaran ketika diterbitkan dalam sebuah kumpulan cerpen dengan judul sama pada tahun 1997–membuat para pembaca KMGP terus melemparkan pertanyaan perihal kapan cerita yang sempat diterbitkan sebagai novel pada 2012 lalu itu juga dilayarlebarkan. Dan … Helvy tidak hanya menangkap pertanyaan itu sebagai sebatang pertanyaan, melainkan sehampar tantangan yang pantang ia hindari.

Pencinta KMGP tentu tahu, kabar dilayarlebarkannya KMGP ini merebak sejak lama, bila merujuk pada label “akan dilayarlebarkan” yang pertama kali muncul di sampul cetakan pertama KMGP versi novel, artinya ide ini sudah diembuskan ke publik empat tahun sebelum KMGP akhirnya tayang di bioskop (meskipun pada tahun 2000 mendiang Chaerul Umamlah yang pertamakali mencetuskan ide untuk membawa KMGP ke layar lebar). Jadwal rilis film yang molor beberapa tahun dari maklumat di sampul buku itu, tentulah bukan atas dasar kesengajaan. Siapa sih yang ingin mengundur-undur rilisnya film yang ketika masih sebagai karya cerita dulunya berhasil menggerakkan banyak muslimah untuk mengenakan jilbab? Apa yang terjadi pada KMGP, perjuangan berdarah-darah yang Helvy dalam “dakwah dari buku ke layar” ini, harusnya menjadi minyak tanah bagi mereka yang katanya merindukan film yang mengusung nilai-nilai moral atau film yang mendidik atau film baik untuk segera melemparkan nyala api ke tengah-tengahnya, bukan malah sekadar menjadi pengamat di luar arena, mengambil peran setengah-setengah, atau bahkan diam-diam meniupkan bara yang mati-matian berjuang untuk terus menyala itu.

Di pertengahan film DSC, tepat ketika film telah sampai di ending sebagaimana versi lawasnya sebagai cerpen, saya tak kuasa membendung air mata. Studio IV yang ditempati saya dan Yanuardi Syukur, teman menonton saya malam itu, hanya terisi separuhnya. Mata saya sempat berbinar-binar ketika melihat cukup banyaknya kalangan awam yang juga menonton film ini. Saya dan pengurus FLP Pusat itu sepakat, sebagai sebuah karya layar lebar, sinematografi DSC mengingatkan kami pada keindahan lanskap film Heart dan Pendekar Tongkat Emas. Keindahan alam Ternate/Halmahera Utara tereksplorasi dengan sudut pengambilan gambar yang pas. Kami seperti menyaksikan kanvas lukisan naturalis yang hidup, yang menyedot penonton menjadi bagian dari atmosfer cerita yang dibangun film besutan sutradara Firman Syah itu.

Seperempat awal film, penonton akan menyaksikan teknik plotting yang secara kontras berbeda dengan KMGP. Ya, DSC menghadirkan semacam kolase atas sejumlah mozaik yang tak jarang disusun acak. Saya menyukai ini sebagai sebuah tawaran kreatif Fredy Aryanto selaku penulis skenario. Mozaik-mozaik itu seperti membentuk sebuah simpul melodramatik dengan dosis yang pas ketika perlahan-lahan narasi Gagah (Hamas Syahid), Gita (Aquino Umar) dan Yudi (Masaji Wijayanto) mengerucut pada klimaks: kepergian si tokoh utama!

Ternyata eksplorasi skenario dalam bentuk kolase di awal film ini, bukan tanpa sebab karena twist demi twist setelah scene-klimaks itu membuat penonton sadar bahwa mozaik-mozaik di seperempat awal film bukan sekadar gayaaan Firman Syah, melainkan atas dua elemen yang bersitopang: estetika dan logika cerita.

***

Mafhum diketahui, salah satu urusan pascaproduksi film layar lebar yang paling banyak memakan biaya adalah promosi. Sebagaimana kerja bersama FLP-Helviers-Donatur, dll. Mesin buzzer di media sosial, dorongan menulis review yang positif, dan penggalangan dana dan massa untuk nobar KMGP di sejumlah daerah, adalah kerja kolaboratif ketiga pihak di atas yang selayaknya bisa terus dipelihara atau bahkan ditingkatkan.

Penayangan DSC tahun ini adalah motivasi baru bagi siapa pun yang mendambakan film baik terus berkibar, tak terkecuali mereka yang berkecimpung dalam FLP, komunitas kepenulisan yang diinisiasi oleh Helvy (bersama Asma Nadia dan Maimon Herawati) yang kini diamanahkan kepada Sinta Yudisia sebagai penjaga rumahnya. Gebrakan dan inovasi siasat untuk memperluas syiar kebaikan dalam DSC, juga selayaknya menjadi semacam rehearsal ghirah berjuang-lewat-cerita yang disuarakan FLP menjelang Munas-nya yang ke-4 di Bandung pada pekan pertama November 2017 ini.

Ya, kesuksesan DSC tentu akan memberikan sinyal positif terhadap eksistensi FLP. Bahwa dalam keterbatasan dan keberagamannya, orang-orang dalam organisasi ini terus bergerak. Bahwa dengan cara dan kemampuannya masing-masing, mereka tak henti berkontribusi untuk bangsa. Menonton film baik sebelum memusyawarahkan hal-hal yang baik di Munas FLP di Bandung nanti, tentu bukan hal yang berlebihan.(*)

BENNY ARNAS,
Penulis dan Pencinta Film

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pin It on Pinterest

Share This