Selasa, November 26Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

Mengadili Pembaca

Sumber: http://aktubufillah.blogspot.com
Sumber: http://aktubufillah.blogspot.com

Apakah Anda pernah menulis dan tulisan Anda mengundang komentar buruk dari pembaca? Jika Anda seorang penulis yang sering mempublikasikan karyanya di media (cetak, internet, dll), tentu komentar—baik maupun buruk—merupakan keniscayaan yang Anda peroleh.

Jika komentar itu positif, tentu kita sangat berbahagia. Namun, bagaimana jika komentar itu negatif? Apa yang harus kita lakukan sebagai penulis?

Sebagai penulis, tentu kita tak mungkin melakukan apa-apa. Karena begitu karya tulis itu dipublikasi di ruang publik, maka penulis gugur seketika itu. Saya tidak sedang mengatakan bahwa teks itu otonom seperti yang dipahami para strukturalis. Sebab sebuah teks yang dikarang manusia tentu saja merupakan refleksi realitas yang telah terintepretasi oleh pengarangnya. Sehingga untuk menilai sebuah karya, tentu tak bisa memisahkan teks dari penulisnya.

Apa yang saya maksud dengan gugurnya penulis ketika teksnya telah dipublikasi, tentu berbeda dengan ”kematian pengarang” ketika karyanya selesai ditulis. Karena jika teks itu tak pernah dipublikasi, maka pengarang tak pernah gugur karena tak ada kemungkinan tafsir lain dari tafsir pengarang.

Namun, ketika karya itu telah dipublikasi, maka teks yang merupakan hasil interpretasi pengarang terhadap realitas itu bukan lagi milik pengarang, tetapi telah menjadi bagian dari realitas itu sendiri.

Karena teks telah menjadi realitas itu sendiri, maka posisi pengarang ketika membaca karyanya yang telah dipublikasi itu setara dengan pembaca lainnya. Dengan demikian, seperti ketika pengarang bebas mengintepretasi realitas dan merefleksikannya dalam bentuk tulisan, maka pembaca lain memiliki kebebasan untuk mengintepretasi teks yang telah menjadi realitas tersebut.

Oleh sebab itu, pengarang tak bisa mengadili pembaca yang memberikan penafsiran berbeda dengan maksud pengarangnya terhadap teks yang telah menjadi realitas itu. Karena penulis telah gugur ketika karyanya telah dipublikasi.

Dengan demikian, jika sebagai penulis Anda tak ingin ada tafsiran lain terhadap teks yang Anda tulis, sebaiknya simpan saja teks itu untuk diri Anda sendiri, jangan pernah mempublikasikannya.

 

Denny Prabowo. Pegiat Rumah Cahaya Depok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pin It on Pinterest

Share This