FLP.or.id,- Ahad, 4 Agustus 2018. FLP Sumatra Utara mestinya istimewa. Sebab, Sumatera Utara sejak dahulu dikenal sebagai gudangnya sastrawan. Bahkan pada era sebelum 1920, provinsi ini bisa dikatakan sebagai barometer sastra di tanah air. Dimulai oleh M. Kasim, lelaki bermarga Dalimunthe kelahiran Muarasipongi tahun 1886 yang kini populer sebagai Bapak Cerpen Indonesia. Selanjutnya ada nama Tengkoe Amir Hamzah, lahir dari keluarga bangsawan Kesultanan Langkat. Penyair yang saat ini mendapat gelar Pahlawan Nasional tersebut menulis Njanji Soenji dan Boeah Rindu serta menerjemahkan Setanggi Timoer. Pada tahun 1933 bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane, ia mendirikan majalah Pudjangga Baroe.
Selain mereka, masih ada nama Chairil Anwar, Merari Siregar, Sanusi Pane dan Mozasa. Nama-nama besar ini masyhur di tengah khalayak karena sudah tercantum dalam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia berikut soal-soal ujiannya. Perihal jurnalistik, Sumatra Utara juga juaranya. Dalam catatan Prof. Ichwan Azhari, orang Medan sudah mencetak surat kabarnya sendiri pada tahun 1886. Bahkan koran pertama di Indonesia yang menggunakan terma “merdeka” berasal dari Medan. Benih Merdeka namanya. Diterbitkan Tengku Radja Sabaruddin pertama kali pada 17 Januari 1916. Intinya, Sumatera Utara punya sejarah dunia kepenulisan yang gemilang.
“Tentu semua kisah kejayaan ini bukan hanya untuk dikenang, tapi wajib kita perjuangkan untuk diulang,” ujarku saat sambutan membuka Workshop Menulis Fiksi dalam rangka Musyawarah Wilayah FLP Sumatra Utara di STKIP Budidaya Binjai. Menurut saya, sudah tiba masanya Forum Lingkar Pena tampil di garda terdepan membumikan literasi di provinsi ini. Dahulu selain Medan, FLP Sumatra Utara punya Cabang Pematangsiantar namun tak bertahan lama. Kini, FLP Sumatra Utara eksis di 2 cabang yaitu Medan dan Labuhanbatu.
Forum Lingkar Pena Wilayah Sumatra Utara diresmikan pada Ahad 1 Oktober 2000 di Gelanggang Mahasiswa USU oleh Helvy Tiana Rosa selaku Ketua Umum FLP Pusat waktu itu. Delapan belas tahun tentu bukan usia yang lagi muda untuk ukuran komunitas menulis di daerah. Sejumlah penulis sudah muncul seperti Dyah Ayu (cerpenis), Gusrianto (cerpenis), Arie Azhari Nasution (cerpenis), Sukma (esais), Nihayah Rambe (penyair), Win RG (novelis), Sawaluddin Sembiring (cerpenis), Nurul Fauziah (penulis buku non-fiksi) serta blogger aktif seperti Ririn Anindya dan Pertiwi Soraya. Memenuhi target ini, Ketua FLP Sumatra Utara terpilih untuk periode 2018 – 2020 Rizky Endang Sugiharti berjanji akan fokus pada kaderisasi anggota. “Fokus kita adalah pembinaan penulis. Kita mau tidak ada lagi anggota FLP yang tidak berkarya,” terangnya. Secara teknis, ungkap Magister Sastra tersebut, akan digiatkan mentoring karya per-genre, baik cerpen, puisi maupun opini.
Keterbatasan sumber daya finansial diyakininya –insya Allah- tidak menjadi hambatan. Beberapa program penggalangan dana juga tengah disusun. Malahan FLP Sumatra Utara juga masih bisa mempertimbangkan pembukaan beberapa cabang baru yang memang sudah lama mengajukan diri seperti Binjai, Langkat, Deli Serdang dan Asahan.
Binjai, 7 Januari 2019
Anugrah Roby Syahputra
PJ Teritori Sumatra – Divisi Jarwil BPP