Rabu, Februari 19Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

Pentingnya Membangun Basis Sosial sebagai Penulis

Membangun Basis Sosial bagi Penulis

Di sela-sela perhelatan Musyawarah Kerja BPP pada 9 Januari lalu, saya sempat berbincang cukup lama dengan ketua umum, Daeng Gegge Mappangewa.

Sejak pertama kali bertemu sosok ketum di sebuah acara literasi nasional, saya melihat ada hal menarik dalam diri beliau. Sangat low profile dan saya penasaran kenapa bisa begitu.

“Daeng sekarang nerbitin buku sendiri ya?” tanya saya menyelidiki. Saya yakin beliau nggak tahu maksud pertanyaan saya ini.

“Iya, Mbak. Alhamdulillah, Saya bisa jual buku Saya sendiri 100 eksemplar.”

“Wah, masya Allah.” Sebagai orang yang juga menjualkan buku sendiri, saya tahu capaian angka 100 eksemplar untuk seorang penulis itu luar biasa. Jualan buku emang nggak semudah jualan gamis, jilbab atau makanan.

“Bisa sebanyak itu, ya, Daeng? Pembelinya siapa?”

“Itulah rezeki Allah. Pembelinya macam-macam. Dari tukang seprei, orang yang tiba-tiba langsung WA, pejabat di daerah Saya, sampai seorang tokoh parpol koalisi pemerintah yang order 50 eksemplar buku Saya, dan beliau meminta Saya yang membagikannya gratis kepada orang-orang.”

Saya makin tercenung mendengarnya. Wah, nggak semua penulis akan mendapatkan tuah seperti ini. Tanpa marketing, tanpa banyak share-share jualan di akun medsos, pembelinya qodarullah datang sendiri.

“Mungkin karena Daeng sudah punya pembaca setia, ya?”

“Mungkin juga, Mbak. Tapi Saya punya prinsip begini. Saya tidak menjadikan segala sesuatu itu masalah buat saya. Ikhlas saja menjalaninya. Saya pernah cetak buku indie modal sekian juta, lalu tiba-tiba pandemi datang. Buku saya tidak terjual. Saya tidak begitu memikirkan itu sebagai kerugian sampai akhirnya Allah ganti dengan hadiah menang lomba 40 juta. Ya, santai saja. Jangan merasa rugi karena kan rezeki semuanya sudah Allah atur.”

 

Sebuah Kesimpulan

Jika ada waktu, saya masih ingin menggali hal-hal inspiratif dari Daeng. Tetapi dari yang sedikit itu pun saya sudah punya kesimpulan, begini:

Kenapa Daeng memiliki pembaca yang loyal atau orang yang tiba-tiba datang memberi rezeki kepada beliau sebagai penulis? Selain karena orientasi ikhlasnya yang sudah kuat, faktor lainnya adalah rekam jejak Daeng dalam membangun basis sosial beliau sebagai penulis cukup kuat.

Saya sempat meminta Daeng sebagai narasumber di beberapa kegiatan kepenulisan. Perjuangan sekali bagi saya memberi beliau tanda mata. Beliau menolak dengan segala kebijaksanaannya. Saya juga menyimak ketika beliau bersedia mengisi pelatihan-pelatihan secara daring tanpa dibayar.

Semua itu adalah bentuk basis sosial penulis yang sedang dibangun Daeng. Memberikan pelayanan terbaik kepada banyak orang tanpa membuat standar penilaian materi. Sebab kalau standarnya sudah materi, maka nilai kita ya sebatas angka itu.

Saya ingat perkataan Ustaz Adi Hidayat, “Jangan pernah bertanya berapa tarif saya karena itu artinya Anda sedang menilai saya secara materi. Nilai pekerjaan saya sebagai dai tidak bisa dihitung dengan materi. Saat kita memberi angka, maka itulah nilai kita.”

Di lain waktu, saya pernah bertemu seorang politisi yang dia tidak menyangka terpilih begitu saja dengan mudah di pemilihan legislatif tahun lalu. Dia minim modal dan berada di dapil neraka. Tapi atas izin Allah, dia terpilih, lalu dia bilang, “Saya ini nggak ada modal apa-apa. Cuma saya sudah membuat rumah sehat untuk masyarakat sejak dulu sebelum saya masuk ke dunia politik. Rumah sehat itu gratis untuk masyarakat. Basis sosial saya dari situ.”

Konkretnya, membangun basis sosial adalah ujian apakah kita benar-benar ikhlas melayani atau tidak.

Nggak mudah, apalagi untuk seorang yang punya totalitas beraktivitas di dunia kepenulisan seperti saya. Di situ kerja, di situ amanah, di situ hobi, ya semualah. Tetapi tentunya hati kita lebih tahu kapan kita bisa memberikan pelayanan yang terbaik kepada banyak orang.

Kalau kita hitung-hitungan soal rezeki, tentulah Allah pun akan menakar rezeki kita. Tetapi ketika kita memberikan sesuatu tanpa batasan angka-angka, maka percayalah Allah akan mendatangkan angka-angka mengejutkan.

Kita dididik di organisasi FLP ini untuk menjadi pekerja peradaban, bukan pekerja materi. Wallahu a’lam.

 

Yogyakarta, 13 Januari 2022

(Catatan Nafi’ah al-Ma’rab dari Musyawarah Kerja Nasional BPP FLP tahun 2022)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pin It on Pinterest

Share This