Senin, November 25Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

Apa yang Dicari di FLP?

Banyak motivasi bergabung di FLP.

Ada yang ingin pintar menulis, berkarya dan buku-bukunya laris manis terpajang di etalase toko buku. Ada yang ingin cari pengalaman dan punya portofolio bergabung di sebuah organisasi tertentu. Ada yang ingin belajar keislaman tapi dengan cara yang ‘lain’. Bila umumnya mendalami keislaman lewat jalur rohis atau organisasi dakwah di kampus; maka di FLP kita belajar Islam bersama-sama lewat jalur seni sastra. Di FLP kita langsung mempraktikkan adab Islam dan bukan sekedar membahas teori.

Di FLP kita mencoba mengkritik karya orang lain dengan santun, dan kita pun terbuka terhadap kritik.

Di FLP kita mencoba bersikap itqon atau bekerja secara excellent; sebab sebuah buku tak dapat terbit bila penulisnya tidak disiplin dan bekerja keras. Bukan hanya pekerja keras; penulis juga harus menguasai beragam ilmu agar buku yang dihasilkannya berkualitas.

Di FLP kita bermedsos ria, tapi bukan sembarang media sosial yang memposting status-status alay lalu menghujat pihak sana sini. Kita terbiasa mengunggah status yang mencerahkan, memberikan like atau komentar terhadap postingan positif orang lain. Para penulis FLP rata-rata memiliki akun medsos dan blog yang digunakan untuk kepentingan promosi, resensi dan review produk. Dakwah bil qolam bukan hanya mewarnai buku-buku tapi juga mewarnai ‘tinta’ kita di media sosial.

Beberapa orang yang meninggalkan FLP, entah karena studi, pekerjaan atau memang kesibukan di organisasi lain; rata-rata merindukan kembali FLP. Merindukan situasi membahas buku dan dunia seni. Merindukan situasi saling mengkritik dengan santun namun berbasis ilmu. Merindukan kehangatan antar anggotanya yang tulus dalam menjalin persahabatan, bukan kepura-puraan karena menutupi maksud tersembunyi.

Sesungguhnya, banyak sekali hal didapatkan dari FLP. Kita sebut 4 di antaranya:

1. Teman sesungguhnya. Teman dunia maya kita ribuan. Tapi teman nyata? Di FLP, ketika copy darat dan rapat organisasi, kita memiliki teman yang betul-betul berwujud teman. Bukan makhluk ghaib yang hanay berseliweran di dunia maya.

2. Jaringan. Inilah kekayaan seorang penulis. Dengan jaringan ia banyak dapat info lomba, info review produk, info residensi penulis, info penerbit, info buku-buku yang harus dilahap dan masih banyak lagi keuntungan yang didapat dengan jaringan. Termasuk ketika punya buku, jaringan ini berfungsi untuk membeli buku kita dan juga memasarkan buku kita.

3. Ketrampilan. Menulis itu butuh ketrampilan yang harus diasah dari waktu ke waktu. Bergabung bersama FLP membuat saya yang pemahamannya 0 tentang menulis menjadi semakin luwes dalam menghasilkan karya.

4. Ilmu. Di FLP kita mendapat ilmu gratis yang mahal harganya dari para pakar. Ilmu majemen dan pemasaran saya dapat dari mbak Afifah Afra. Ilmu sastra saya dapat dari kang Irfan Hidayatullah dan kang Topik Mulyana. Ilmu promosi buku saya dapat banyak sekali dari adik-adik FLP yang masih muda-muda, gen millenium zaman now. Ilmu organisasi dari Ganjar Widhiyoga, Nur Baiti, Koko Nata dan Wiwiek Sulistyowati. Ilmu perbukuan saya dapat dari Rahmadiyanti Rusdi dan Ali Muakhir. Wah, itu belum ilmu-ilmu yang lain ya. Masih banyak sekali ilmu yang saya serap dari FLP yang semakin lama membuat saya menjadi penulis penuh semangat. Ilmu per blog-an saya dapat dari Sri Widiyastuti, Naqiyyah, Milda, Zaki Faturrahman, Hendra Veejay dan banyak teman-teman FLP yang sepertinya; tiap bertemu mereka ilmu saya makin nambah dan nambah dan nambah.

Dari 4 hal di atas ada lagi yang bisa didapatkan dari FLP.

Kalau ide buntu dan stag di satu titik, bergabung bersama FLP membuat pikiran kita terbuka. Entah karena kreativitas atau karena guling-guling tertawa. Maklum, anggota FLP adalah pecinta buku yang suka baca sehingga ada saja bahan untuk dibicarakan. Untuk di anekdot-kan. Untuk dikritik. Untuk dijadikan bahan lelucon cerdas.

Kreatifitas anak-anak FLP terlihat dari kemampuan mereka mengolah diksi, membuat buku indie, mempromosikan buku sampai menggelar acara-acara. Setiap kali pikiran saya buntu terkait masalah tulis menulis, bertemu anak FLP membuat simpul ruwet terbuka lagi. Mereka akan menyarankan buku ini itu, mendorong mengerjakan sesuatu, memancing kecemburuan saya ketika mereka memamerkan buku-buku terbaru yang terbit . Yang pasti, kritik anak FLP bukan sekedar bilang : karya kamu jelek.

Mereka tahu betul ketika bilang karya saya pantas dikoreksi, maka mereka memberi masukan tentang koreksi tersebut. Di bagian mana. Harus diapakan. Plus saran-saran perbaikan.

Selain hal-hal di atas, masih ada lagi lho yang bisa didapatkan dari FLP.

Mencari menantu idaman? Mencari pasangan idaman?

Mau cari orang kreatif, tangguh dan pantang menyerah?

Cobalah cari di FLP, salah satu gudang kreator masa depan Indonesia.

Pin It on Pinterest

Share This