Ketika suatu kejadian kecil menimpa diri kita maka seolah-olah kita merasakan hal yang sangat besar bahkan mencaci maki atau bersedih hati disebabkan kejadian tersebut. Sebut saja ketika kita kehilang sesuatu hal atau benda yang kita miliki. Apakah kita akan bersedih hata atau mencaci maki kondisi pada diri kita?
Apakah kita hanya melihat satu sisi dari kejadian yang kita alami? Ataukah kita melihat sisi lain dari peristiwa tersebut? Semua jawaban, tergantung dari sudut pandang kita memahami dan mengambil hikmah dari kejadian, terlebih pada peristiwa yang tidak kita harapkan.
Namun, dunia berkata lain. Setiap yang diciptakan-Nya selalu berpasang-pasangan. Tentulah kita dapat memahami, tak selamanya kita merasakan kebahagiaan. Adakalanya pula kita akan merasakan kesedihan. Jikalau kita dirundung kesedihan ataupun kehilangan sesuatu. Akankah kita tetap bermurung hati dan memarahi kondisi yang menimpa diri kita?
Sudut pandang kita memahami suatu kejadian tidak hanya pada satu sisi tetapi alangkah lebih baiknya kita bisa memandang disisi lain yang terkadang kita hiraukan ataupun lupakan.
Berkenaan dengan nikmat. Disaat salah satu nikmat yang kita miliki dicabut. Kita akan merasa kehilangan nikmat tersebut. Tetapi, sadarkah kita masih ada nikmat lain yang kita miliki?
Satu kejadian yang pernah dialami oleh seorang teman. Ketika dia mengikuti suatu acara. Pada waktu itu mengharuskan melepaskan alas kaki, sehingga alas kaki yang dia pakai harus ditaruh diluar ruangan acara.
Seusai acara begitu kagetnya dia melihat bahwa sandal yang dia miliki sudah tidak ada. Dia sempat bersedih hati dan hampir mencaci maki kondisi saat sandalnya tidak ada. Dia tahu sandal yang dia miliki itu dia beli dengan harga yang lumayan mahal, sehingga menyebabkan dia marah-marah dan bersedih hati kehilangan sandal tersebut. Apakah diri kita juga akan bersikap sama ketika berada diposisi dia?
Kebanyakan dari kita pun pasti akan ikut bersikap seperti kejadian di atas. Apapun barangnnya, jikalau itu kita dapatkan dengan berusaha keras dan berharga tinggi sehingga kita menjadi sangat sayang untuk memilikinya.
Padahal, apapun yang kita miliki sekarang ini. Entah itu berharga ataupun tidak berharga semuanya tetaplah menjadi titipan Dia. Wajarlah jika sewaktu-waktu Dia mengambilnya untuk menunjukkan apakah kita lebih mencintai dan menyanyangi hal atau benda yang Dia titipi ketimbang Dia yang menitipi.
Jikalau kita sadar semua yang kita miliki ini adalah titipan-Nya. Tentu kita tidak akan pernah merasakan kehilangan sebab itu semua bukan milik kita.
Sebuah cerita yang sangat begitu bermakna tentang nikmat yang Dia berikan. Ketika kita kehilangan sesuatu seperti contoh di atas. Kita tidak sadar bahwa yang hilang itu nikmatnya sangat kecil bahkan tiada bernilai jika dibandingkan dengan nikmat yang besar. Sandal hilang. Tapi, tak sadarkah kaki kita masih ada? Tak sadarkah kaki kita masih dua? Apa gunanya ketika sandal yang kita miliki jikalau kaki kita sudah tidak ada?
Begitu sedikitkah nikmat dari-Nya? Dibandingkan sandal seberapakah nilai kaki kita? Apakah kita rela menjual kaki kita dengan harga satu milyar atau satu triliun? Ternyata, kita semua sepakat, bahwa dibayar berapapun kaki kita, kita tidak akan menjualnya. Apalah arti kekayaan dengan uang berlimpah jikalau kita tak mampu untuk berjalan.
Begitu pula dengan hal-hal lainnya, memiliki sisi yang terkadang kita tidak sadari. Tetapi, mengandung nilai yang sangat besar dan tiada bandingannya. Terlebih nikmat yang ada pada diri kita sekarang ini.
Mata kita mampu melihat, telinga kita bisa mendengar, kaki kita dapat berjalan, tangan kita masih mampu untuk digerak-gerakan. Semua anggota badan lengkap kita miliki. Itulah salah satu nikmat yang sangat besar yang selama ini tak kita sadari keberadaannya sehingga membuat kita memandang nikmat-nikmat yang hilang itu kecil.
Pada saat sakit kepala. Apakah kita akan mengeluh dengan sakit kepala tersebut? Padahal, hanya kepala yang sakit, anggota badan yang lainnya masih berfungsi dengan sempurna. Tak sadarkah kita?
Semoga dengan kita menyadari bahwa nikmat terbesar yang kita miliki terletak pada diri kita sendiri sehingga memantapkan iman kita untuk semakin bertaqwa kepada-Nya. Apalah gunanya semua ini jikalau Dia mengambilnya. Sepantasnyalah kita sebagai manusia untuk mensyukuri nikmat yang ada pada diri kita.
“Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?”
Apakah ada nikmat yang dapat kita dustakan? Apakah kita masih merasa nikmat yang Dia berikan begitu sedikit kepada diri kita?
Ayat di atas kita temukan berulang–ulang diturunkan oleh Allah. Apakah artinya? Begitu banyaknya nikmat yang Dia berikah sehingga Dia berkali-kali mempertanyakan.
“ Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?”
Aulia Rahim
Staff Divisi Kaderisasi
Forum Lingkar Pena Wilayah Yogyakarta