Kamis, November 13Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

Menumbuhkan Semangat Pengorbanan dalam Berorganisasi

Menumbuhkan Semangat Pengorbanan dalam Berorganisasi

Catatan Nafi’ah al-Ma’rab

Di sebuah kegiatan pelatihan penggiat literasi Balai Bahasa Provinsi Riau, seorang narasumber pernah berkata, “Hidupkan literasi, jangan Anda mencari hidup dari literasi,” katanya. Saya saat itu yang juga berstatus narasumber ikut tersenyum dan mengiyakan.

Benar, di manapun posisi kita, menumbuhkan semangat berkorban itu menjadi energi ikhlas dalam bergerak. Itulah yang akan membuat kita bertahan dalam sebuah proses. Mengembangkan literasi ini memang pekerjaan seumur hidup, sebab pengetahuan itu tidak ada limitnya.

Dalam Islam, sejak awal agama ini diturunkan kita sudah dididik untuk berliterasi, ‘iqra, bacalah.’ Sedangkan kita di Indonesia, geliat literasi secara resmi digulirkan pemerintah dalam skala nasional ini baru dimulai sebagai gerakan di tahun 2017 lalu.

Artinya, jika kita memahami hakikat literasi itu, dialah gerakan pencerahan terus-menerus dalam rangka untuk menumbuhkan pengetahuan. Literasi seperti suluh yang menyala untuk kebaikan orang lain. Maka definisi dakwah bilqolam itu semakin definitif dengan pemaknaan ini.

Jika kita memaknai gerakan literasi yang kita usung ini sebagai gerakan dakwah bilqolam, maka pemaknaan tadhiyah (pengorbanan) itu sebuah hal yang asasi, bukan pilihan. Bergabung di organisasi yang mengusung semangat pencerahan ya konsekuensinya berkorban. Berkorban terbaik adalah berkorban totalitas, bukan separuh-separuh sesuai keinginan atau hal yang menguntungkan.

 

Forum Lingkar Pena dan Pengorbanan

Dalam Sistem Kaderisasi FLP yang sudah disahkan di sidang Musyawarah Nasional pada Oktober 2025 lalu di Surabaya, salah satu poin karakteristik jenjang keanggotaan Andal yang patut dipahami adalah ‘berkomitmen untuk membesarkan FLP di atas kepentingan pribadinya.’ Ini adalah karakteristik keorganisasian wajib yang kita jadikan pertimbangan dalam menyeleksi kenaikan jenjang anggota.

Saya pernah berbincang dengan seseorang, ia sempat mengatakan, “kalau kita sudah berkorban waktu dan tenaga di FLP ini, tidak perlu lagi berkorban uang,” katanya. Pernyataan ini benar untuk jenjang keanggotaan Muda dan Madya, tetapi jika untuk Andal, mohon maaf belum bisa kita loloskan.

Kenapa? Karena Andal adalah jenjang tertinggi yang membutuhkan kontribusi dan pengorbanan terbaik dari anggotanya. Bagaimana jika tidak memiliki harta? Itu lain persoalan. Hal yang jadi masalah adalah jika itu sudah jadi prinsip, membatasi pengorbanan.

Di balik suksesnya kegiatan-kegiatan akbar FLP misalnya, di sana ada anggota-anggota hebat yang diam-diam menginfakkan sebagian hartanya untuk suksesnya FLP. Mereka bukan hanya berkorban harta, tetapi mereka juga bertungkus-lumus bekerja dan memikirkan kegiatan. Inilah sunnatullah dakwah, berkorban sebagai ukuran keikhlasan dan pemahaman seseorang dalam menjalani aktivitas itu.

Konsep profesionalisme itu kadang kita maknai untuk menutupi keengganan kita dalam berkorban. Padahal jika kita total dalam berkorban, profesionalisme itu sendiri yang akan datang pada kita tanpa kita sibuk menuntutnya.

Seseorang pernah terkejut saat menerima honor mengisi acara yang jumlahnya sangat fantastis tidak terduga. Padahal ia mengisi hanya beberapa waktu saja, tetapi memang saat itu ia berusaha untuk ikhlas membantu. Apa yang ia punya ia berikan, bahkan jika harus mengeluarkan biaya sendiri sekalipun. Lalu Allah SWT datang dengan hadiah tak terduga. Begitulah, selagi kita mampu, itulah jalan perjuangan. Akan indah jika dijalani.

Organisasi FLP ini mendidik kita untuk ikhlas dan totalitas dalam berkorban. Pengorbanan yang sebenarnya bukan untuk siapa-siapa, tetapi diri kita sendiri.

Semakin tinggi posisi di organisasi ini, bukan keuntungannya yang semakin besar, tetapi pengorbanannya yang harus lebih total dan sering. Inilah yang perlu dipahami setiap orang. Posisi jabatan di FLP itu bukan kemuliaan, tetapi tanggung jawab besar, amanah luas, dan tuntutan pengorbanan yang kadang-kadang membuat kita menangis sendiri.

Semoga Allah pilih kita menjadi orang-orang yang siap berkorban secara totalitas.

De Daikos, 5 November 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pin It on Pinterest

Share This