Senin, November 25Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

Cerpen

Selamat Datang, Cinta!

Selamat Datang, Cinta!

Cerpen
Lelaki itu mengusap wajahnya yang berpeluh. Langit malam terasa begitu memanas. Udara nyaris tak bergerak sehingga begitu menyesak ke tenggorokan. Entah berapa lama lagi ia harus berjalan, kedua kakinya sudah goyah dan gemetaran setiap kali melangkah. Sungguh sulit untuk melangkah di sela-sela jalan yang telah dipenuhi tumpukan batu-batu dan beton bangunan yang runtuh. Dentuman roket dan pekikan berondongan peluru yang tak kunjung henti terus mengikutinya dari belakang. Udara Gaza memang sudah terbiasa menelan api dan ledakan. Siap merenggut setiap nafas dari badan dan nyawa dari keluarga. Keluarga. Lelaki itu menelan air mata yang tak tertumpah. Terakhir kali ia melihat keluarga adalah saat istri dan kedua anaknya yang masih kanak-kanak menghilang di balik reruntuhan rumah mereka. Pagi i...
Mantra Penawar Bisa

Mantra Penawar Bisa

Cerpen
Tadi malam aku bermimpi yang sangat aneh. Aku sedang berjalan di depan rumah ketika seekor ular berwarna coklat menghentikan langkah kakiku. Semula tubuhnya hanya sebesar jempol kaki dengan panjang tidak lebih dari sejengkal orang dewasa. Ular yang biasa dikenal oleh orang kampungku dengan sebutan Ular Bodoh. Disebut begitu karena biarpun disenggol kaki, kecuali terinjak, ia tidak akan bereaksi. Diam seperti mati. Meski begitu, kalau menggigit bisanya terkenal mematikan dan ditakuti oleh warga pesisir di sekitar tempat tinggalku. Saat aku berusaha mengusirnya dengan sebuah kayu, tiba-tiba saja tubuhnya membesar dengan cepat. Dalam sekejap ukuran kami menjadi seimbang. Matanya menyala ketika menatapku. Melihat bahaya aku berusaha berlari ke dalam rumah. Berusaha berteriak memanggil ayah. T...
Becak Daeng Baco

Becak Daeng Baco

Cerpen, Karya
“Bagaimana Daeng Baco, anda bersedia?” Pertanyaan yang sama untuk kedatangan yang kelima kalinya dari ketua Partai Kerikil. “Yakinlah Daeng Baco, anda memiliki kemungkinan sangat besar untuk terpilih. Saya sudah survei 3 kali dari lembaga yang berbeda. Kompetensi mereka tidak diragukan. Perhitungan mereka sangat akurat. Buktinya, seluruh survei Pilkada mereka tidak meleset.” Baco diam tertunduk memperhatikan lantai rumahnya yang hanya disemen seadanya, tanpa keramik, tanpa marmer. “Daeng Baco ragu? Tenang saja. Daeng Baco cukup iyakan, saya yang urus seluruh persiapan administrasi Daeng Baco.” Kali ini Baco memandang dinding rumahnya yang terbuat dari kayu triplek tipis dan berlubang sana-sini. “Bayangkan Daeng Baco, jika terpilih bukan hanya lantai baru yang bisa dibeli, bukan hanya dind...
Nu-Ra-Ni

Nu-Ra-Ni

Cerpen, Karya
Lelaki itu termangu. Lama. Dia tahu teman-temannya pasti akan mencibir dia habis-habisan jika hari ini dia memutuskan untuk tidak ikut. Cibiran itu mungkin akan lebih dalam jika mereka tahu alasannya. Kini sudah dihabiskannya dua cangkir kopi meski hari masih terlalu pagi untuk ngopi. Suasana senyap. Dingin. Dia sudah di ruangannya, sementara teman-temannya mungkin masih di jalan atau masih melingkar dibalik selimut, atau memeluk anak istri. Diliriknya jam, empat jam lagi. Kini dia melihat jarum detik yang berdetak maju. Mendengarkan suara ketukan yang entah kenpa mendadak jadi sangat keras.  Hidup itu bergeser Japri! Dia memaki dirinya sendiri. Lalu merenung-renung tak jelas. Setengah jam yang lalu masih dirasakannya kopi panas dan pisang goreng Bu Leha, masih ditepuknya bahu Kang Samron...

Pin It on Pinterest