SOLO-Musikalisasi puisi berjudul “Tragedi Bumi” karya Ketua Umum Forum Lingkar Pena (FLP), Afifah Afra, meriahkan acara puncak milad FLP ke 21 di Kota Solo, Minggu (25/2). Puisi tersebut dibacakan oleh dua orang mahasiswa Program Studi Tadris bahasa Indonesia, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta yang juga anggota FLP Soloraya, Dwi Kurniasih dan Tiya.
Dengan penuh penghayatan, Dwi dan Tiya membacakan puisi cukup panjang itu sekitar 20 menit, bebarengan dengan atraksi langsung seni melukis pasir.
Oleh AFIFAH AFRA, FLP.or.id –
I
Sumpah serapah itu rekah
Berbongkahbongkah
Bergumpalgumpal
Ludahi semesta
Amarah berhamburan
Penaka badai merudapaksa hamparan samudra
Mencipta gelombang tinggi menampar dermaga
Goncangkan bahtera yang tengah merapat bahagia
Kulihat udara pekat oleh kecamuk bara
Remuk sudah dawaidawai harmoni
Rencah telah rajutan kasih abadi
Kukira sesaat lagi, jasadjasad akan mati
Satu persatu jadi belulang tanpa arti
II
Ada apa ini?
Ada apa ini?
Ada tragedi apa di bumimu?
Mengapa selaput kelam dengan cepat membebat semesta?
Siapa yang menebar sumpah serapah?
Siapa yang tersulut dahana amarah?
Kulihat, lidah api sebegitu gencar membakar
Petala angkasa hangus dibuatnya
III
Di sini memang sedang ada tragedi
Berjuta insan kehilangan jati diri
Mereka hilang kendali
Kemanusiaan tercabut bak pohon raksasa
yang tumbang dihantam badai
Lihat, manusia berdasi, rakusnya bukan kepalang
Dia keruk kekayaan bangsa yang seharusnya dia jaga
IV
Benar juga
Lihat itu di sana!
Manusia berpeci sibuk jilati ludah sendiri
Setiap dia ajarkan kalimah thayyibah
Setiap itu juga dia hapus dengan maksiat yang tiada henti
V
Hahaha, itu juga… lihatlah!
Perempuan jelita bak bidadari
Tiada malu menjual diri
Menukar kehormatan demi berbutir berlian
Ada juga manusia bersenjata
Sibuk tembaki sosok yang seharusnya dia lindungi
Oooh… gila sudah bumi ini
VI
Kemana kucari damai sejati?
Di saat banjir bandang lara menghancurkan pilar-pilar bahagia?
Adakah padamu sepercik harap?
Yang menjadi nyala lilin di tengah gelap?
VII
Jangan berputus asa, wahai sahabat
Lihatlah itu… wajahwajah putih tanpa dosa
Berjalan tegap dengan langkah penuh asa
Tatapan matanya sejernih telaga dalam jiwanya
Lisannya basah oleh dzikrullah
Semangatnya bergetar karena pekik: Allahu Akbar!
VIII
Siapakah mereka?
Apakah itu pasukan Al-Mahdi yang dijanjikannya?
Mengapa mereka tampak begitu indah memesona?
IX
Aku tak mengerti tentang itu semua
Tapi kurasa, mereka adalah barisan yang nalarnya sarat oleh ilmu hakiki
Akhlaknya penuh adab, raganya sigap dan selalu tanggap
Mereka, anugerah tuhan untuk Indonesia…
X
Masih ada, barisan pahlawan muda
Penuh gegap gempita menata dunia
Siap tumbangkan kebatilan
Siap tegakkan keadilan
Kemarilah kau anak-anak muda
Kepadamu, kami wariskan: Indonesia
===
Puisi “Tragedi Bumi” ini pertama kali dibacakan dalam acara Gebyar Milad ke-21 FLP di Solo, diiringi musik dan lukis pasir.