Tarim – Forum Lingkar Pena (FLP) Hadhramaut, Jumat (11/03/2016) mengadakan Diklat Puisi. Kegiatan yang dilaksanakan malam hari ini, dihadiri oleh anggota FLP Hadhramaut dengan semangat membara. Setelah selesai sesi pertama yaitu PDKT dan materi ke-FLP-an, acara dilanjutkan dengan pelatihan menulis. Kali ini mengambil genre puisi dengan tema “Ilusi Halusinasi Puisi”.
Masih bertempat di gedung Universitas Al-Ahgaff, kegiatan ini dilaporkan berjalan lancar dan sangat seru. “Mengingat bahwa puisi adalah salah satu bidang yang memilki daya tarik tersendiri di dalam dunia kepenulisan, karena dengan puisi kita mampu meluapkan perasaan dan cinta. Dengan puisi kita mampu menuangkan pemikiran-pemikiran kita, dan banyak lagi yang menjadi keunggulan puisi.” Demikian yang disampaikan oleh ketua panitia diklat puisi malam itu.
Acara yang dimoderatori oleh Sutrisno, menghadirkan narasumber pemenang Lomba Sayembara Sastra Inspiratif kategori Puisi tahun 2015, Mulyono, cukup berhasil membawa audiens pada nuansa keindahan akan seluk beluk dunia puisi.
“Puisi adalah bentuk karya sastra yang sangat indah. Ada beberapa jenis puisi. Salah satunya adalah puisi lama yang terikat oleh rima, ritme atau irama, dan jumlah larik atau baris dalam bait, serta ditandai oleh bahasa yang padat,” tutur Mulyono dengan logat Jawa Tengah yang khas ketika menjelaskan makna puisi.
Selain itu, Mulyono menjelaskan lebih dalam tentang perkembangan dunia puisi yang terdiri dari tiga macam.
Pertama, Puisi Lama yang sangat terikat dengan aturan-aturan, meliputi : jumlah suku kata tiap baris, jumlah kata dalam satu baris, jumlah baris dalam satu bait, serta persajakan berima dan ritme atauirama dalam puisi. Ia juga memberikan sedikit gambaran tentang berbagai macam puisi lama seperti: mantra, bidal, pantun, gurindam, dan lainnya.
Kedua, Puisi Baru yang mulai meninggalkan aturan-aturan puisi lama. Namun, tetap harus memerhatikan jumlah baris dalam tiap baitnya. Puisi ini terbagi menjadi dua macam, jika ditinjau dari bait dan isinya. Ditinjau dari segi isinya meliputi: balada, romance, elegi, ode, dan lainnya. Dan ditinjau dari segi bait, irama dan rimanya yang meliputi: distikon, tersina, kuatren, hingga soneta dan sajak bebas.
Ketiga, Puisi Kontemporer yang ditandai dengan mulai tertinggalnya kaidah penulisan puisi lama dan puisi baru. Puisi pada masa ini biasanya mengutamakan isi daripada bentuknya. Dan juga lebih mementingkan unsur fisiknya, karena lebih mementingkan tipografi dengan gambar dan bentuk grafisnya.
Tak ketinggalan juga, ia memberikan bagian terpenting dalam materi Diklat kali ini. Menurut Mulyono, setidaknya ada 5 langkah yang perlu ditempuh bagi orang yang ingin menulis puisi, yaitu Mencari tema yang tepat, membuat kerangka puisi, menciptakan suasana yang menggambarkan tema, memilih diksi (kata) yang tepat, dan memperhatikan rima (persajakan) dan resonansi (bunyi yang hampir mirip di akhir baitnya). Di akhir penjelasannya ia mengatakan bahwa puisi dikatakan indah apabila pesan yang disampaikan penulis puisi bisa dipahami oleh pembaca.
Malam semakin larut, akan tetapi wajah-wajah para audiens yang sedari tadi memerhatikan setiap penyampaian narasumber, masih tetap menunjukkan ketertarikan mereka pada dunia sastra puisi. Hal itu nampak dari banyaknya jumlah pertanyaan yang dilontarkan audiens kepada narasumber ketika sesi tanya jawab. Juga, berbagai tanggapan serta adu pendapat menambah suasana diklat ini menjadi ajang untuk saling berbagi pengetahuan, saling menambahkan, dan saling mengkritisi sebagaimana yang dituturkan oleh pemateri sebelumnya dalam Salam Pena, Irfan Azizi.
Salah satu pertanyaan mencoba mengkritisi tentang keindahan puisi. “Darimanakah kekuatan puisi itu berasal? Dan dimanakah letak keindahan puisi itu?” tanya M. Abdur Rouf, pemenang Lomba Menulis Cerpen tahun 2015 yang juga merangkap Divisi Penerbitan Karya FLP Hadhramaut. Sejenak audiens terdiam, kemudian beberapa saat muncullah berbagai jawaban dan tanggapan, hingga sampai pada satu titik jawaban bahwa, “Kekuatan puisi itu berasal dari kekuatan imajinasi dan perasaan. Dan letak keindahan puisi itu adalah pada kebebasan puisi itu sendiri.”
Agar diklat ini tidak hanya berjalan pada pemahaman materi saja, maka acara pun dilanjutkan dengan praktik menulis puisi. Masing-masing audiens diberi kebebasan untuk menentukan jenis puisi dengan batas maksimal 15 baris dalam waktu 15 menit. Nantinya akan dipilih 10 naskah puisi terbaik. Dan juara pertama dan kedua akan mendapatkan bingkisan menarik dari FLP Hadhramaut. Rangkaian acara malam itu diakhiri pukul 23.00 KSA.
Diharapkan dengan kegiatan seperti ini bukan hanya memberikan pengetahuan tentang kepenulisan saja, akan tetapi berefek dengan semakin semangatnya para anggota dalam berkarya sehingga kelak lahir penulis-penulis handal yang mendakwahkan islam bukan hanya di Indonesia saja, tetapi sampai ke mancanegara.(MR/r).
hai pujangga, salam ya…keren deh
Sipp, Kak! Moga lahir pujangga-pujangga dari negeri para Nabi. Aamiin …