Tidak ada penulis besar yang abai pada estetika.
Muhammad Yamin besar karena memperkenalkan puisi bentuk kuatren pada dunia sastra Indonesia. Di samping itu, tema yang diusung adalah kebangsaan. Saat itu, pandangan orang terhadap puisi masih syair dan berbentuk naratif.
Takberapa lama, Amir Hamzah besar karena ia memperkenalkan puisi lirik kepada dunia sastra Indonesia. Bahkan, ia membuat enjambemen bebas, tidak terikat, seperti puisi-puisinya Yamin. Keduanya menganut aliran romantisme, seperti halnya para pengarang prosa Balai Pustaka.
Chairil Anwar besar karena memperkenalkan gaya penulisan ekspresionisme. Secara tematik, ia memperkenalkan vitalisme yang jadi tonggak alam pikiran modernis dalam sejarah intelektualisme di Indonesia.
Taufik Ismail terkenal karena kembali memopulerkan tema naratif, namun dalam bentuk puisi modern.
Rendra terkenal karena memperkenalkan gaya puisi beat yang ngetrend di Amerika serikat pada awal abad ke-20.
Pramoedya Ananta Toer besar karena memperkenalkan gaya penulisan feuilleton (roman panjang berjilid-jilid) berkonten realisme sosialis, aliran sastra yang digagas Maxim Gorki & para sastrawan Rusia lainnya.
Hamka besar karena memperkenalkan gaya penulisan briefroman/epistoler (roman bersurat) yang digagas Jean-Baptiste Alphonse Carr dalam roman-nya, Sous les Tilleus, yang disadur Mustafa Luthfi Almanfaluthi, sastrawan Mesir.
Sapardi terkenal karena memperkenalkan gaya puisi imajisme yang digagas penyair Ezra Pound & Amy Lowell yang terpukau pada haiku dan puisi-puisi Tiongkok klasik.
Putu Wijaya terkenal karena memperkenalkan drama absurd pada teater Indonesia. Dia meniru gaya Eugene Ionesco, dramawan Rusia, salah seorang pelopor absurdisme dalam sastra.
Sutardji Calzoum Bachri terkenal punya pemikiran bahwa puisi harus kembali ke mantra. Dari segi bentuk, ia memperkenalkan gaya puisi konkret ke publik sastra Indonesia.
Nh. Dini terkenal karena mengusung tema kesetaraan gender dalam prosa fiksinya.
Ayu Utami booming karena mengisi kekosongan prosa fiksi bertema gender, bahkan ia mempertegasnya lagi. Jika Dini emansipasi gender, maka Ayu liberalisasi gender.
Banyak lagi para penulis Indonesia yang sadar-estetika, kawan. Lihat, baru MEMPERKENALKAN saja, sudah besar. Apalagi jika mereka berhasil MENCIPTAKAN estetika baru.
Jadi, jika antum ingin jadi penulis besar, jadilah penulis yang sadar-estetika. Jika tidak, selamanya antum akan jadi penulis ecek-ecek. Alangkah mubazirnya waktu, tenaga, biaya yang dihabiskan antum untuk rangkaian kegiatan menulis (membeli laptop, membuka internet, mengetik, mencari buku referensi, mengikuti pelatihan, berkomunitas, dll.) jika antum hanya jadi penulis ecek-ecek.
Belajarlah estetika sedari sekarang. Keluarlah dari tempurung dunia literasi karena sebagian besar estetika lahir dari seni rupa, filsafat, bahkan matematika.
Perjalanan belajar itu sangat panjang dan seringkali menyakitkan. Maka bersabarlah. Jangan tertipu ilusi-ilusi menulis itu gampang, novel bestseller, novel pembangkit spititualitas dan berjuta jargon tipuan lainnya yang bermuara pada hasrat industrialis kaum pemilik modal guna mengeruk keuntungan material semata.
Keterangan:
enjambemen: n (Sas) peristiwa sambung-menyambungnya isi dua larik sajak yang berurutan;
kuatren: ku·at·ren /kuatrén/ n (Sas) puisi yg terdiri atas empat larik dl satu bait; puisi empat seuntai
absurdisme: n paham (aliran) yg didasarkan pd kepercayaan bahwa manusia secara umum tidak berarti dan tidak masuk akal (kesadaran para pengikut aliran itu thd tata tertib sering berbenturan dng kepentingan masyarakat umum)
antum: jamak dari anta pron (Ar) kamu;
haiku: n (Sas) puisi Jepang yang biasanya menggunakan ilusi dan perbandingan, terdiri atas 17 suku kata yang terbagi menjadi 3 larik, larik pertama 5 suku, larik kedua 7 suku, dan larik ketiga 5 suku;
realisme sosialis: n estetika dan filsafat seni yang dirancang oleh Lenin, yang tunduk pada kaidah komunis dan menggambarkan perjuangan kaum proletar melawan kaum borjuis
ekspresionisme: n (Sen) 1 aliran seni yang melukiskan perasaan dan pengindraan batin yang timbul dari pengalaman di luar yang diterima tidak saja oleh pancaindra, melainkan juga oleh jiwa seseorang; 2 aliran kesusastraan yang lebih mementingkan soal kejiwaan daripada menggambarkan kejadian yang nyata;