Senin, November 25Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

10 Langkah Strategis Pengembangan FLP (Bagian 1)

Menjelang Musyawarah Nasional (Munas) IV Forum Lingkar Pena (FLP) ada baiknya kita berbagi ide dan saran tentang bagaimana mengembangkan FLP. Sejak berdiri 1997, FLP telah berkiprah dalam membudayakan literasi lewat penerbitan buku, seminar, workshop, training kepenulisan, kampanye literasi, pendirian rumah baca, dan yang cukup penting adalah munculnya banyak penulis yang karya-karyanya mewarnai jagad kepenulisan di tanah air.

Berkaca pada aktivitas FLP sejak 1997 sampai 2017 ini, hemat kami ada beberapa hal yang perlu dipikirkan, direnungkan, dan dikolaborasikan untuk pengembangan FLP tidak hanya dalam karya tapi juga secara organisasi dalam jaringan yang lebih luas. Renungan dan langkah strategis ini bisa menjadi masukan bagi siapapun yang terpilih sebagai ketua umum FLP pada periode 2017-2021.

Pertama, perlunya tetap menjaga visi dan semangat dakwah dalam berbagai karya dan aktivitas. Pendirian FLP oleh Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, dan Maimon Herawati bertumpu pada dakwah kepenulisan. Singkat kata, ada banyak penulis yang berbasiskan Islam di Indonesia akan tetapi mereka tidak terhimpun dalam sebuah wadah kolaborasi dan sinergi. Maka, dibentuklah FLP dengan tujuan utama untuk melakukan kerja bersama (amal jama’i) mengamalkan ajaran Islam secara personal dan komunal serta membudayakan dakwah lewat kepenulisan.

Dalam konteks ini, penting bagi FLP untuk mengeluarkan semacam buku panduan “Dakwah Kepenulisan FLP” yang berisi beberapa nilai-nilai inti (core values) dalam dakwah menulis, seperti: (1) Apa itu dakwah lewat tulisan? (2) Mengapa dakwah lewat tulisan tetap penting di “zaman now”? (3) Bagaimana cara produktif menulis buku? (4) Mengapa dakwah lewat skenario dan pembuatan film juga penting? (5) Bagaimana perjalanan dakwah menulis para ulama Islam? Beberapa konten panduan tersebut cukup penting untuk dimasukkan dalam buku panduan yang sangat membantu agar menjadi pegangan (tidak hanya AD/ART, panduan kaderisasi, dan lain sebagainya) dalam berkarya.

Kedua, pentingnya membuat profil FLP berdasarkan database dari registrasi dan pencapaian dari selama dua puluh tahun. Profil FLP sangatlah penting sebagai branding ketika FLP melakukan berbagai kerjasama dengan lembaga lainnya di dalam dan luar negeri. Hal penting yang perlu ada dalam profil FLP adalah sejarah singkat FLP, data anggota dan karya, kerjasama, prestasi, dan hal-hal penting lainnya. Bisa dibuatkan dalam versi panjang (buku) atau dalam versi singkat (flyer) yang keduanya dipadukan dalam infografis yang menarik.

Profil FLP cukup penting sebagai panduan untuk sosialisasi apa itu FLP, apa kegiatannya, siapa saja orangnya, apa saja karyanya, dan yang lebih penting lagi (terutama bagi orang di luar FLP) adalah apa kontribusi FLP bagi Indonesia yang cinta membaca dan menulis. Hal ini terlihat ringan akan tetapi butuh untuk dikerjakan secara kolaborasi berbagai kader FLP baik yang bertugas sebagai penulis naskah, editor, desainer, dan lain sebagainya.

Ketiga, pentingnya mengadakan Festival Sastra Islam Internasional (FSII). Beberapa tahun lalu, FLP Sulsel telah menyelenggarakan Festival Sastra Islam Nasional (FSIN) yang sukses lewat berbagai kegiatannya. Pada tahun ke-20 ini cukup penting untuk FLP membuat hajatan yang lebih global yang berskala internasional dengan menghadirkan para penulis dari berbagai negara ke Indonesia. Hal ini berguna untuk penguatan jejaring para penulis atau stakeholders lintas negara dan benua yang kelak bisa berkolaborasi dalam event-event berskala global seperti solidaritas kemanusiaan untuk masyarakat yang terpinggirkan/teraniaya lewat karya bersama, atau kegiatan bersama sebagai salah satu warga dunia yang harus peduli pada kepentingan manusia secara umum.

FSII juga berguna untuk publikasi karya-karya FLP ke ranah yang lebih luas dalam bahasa asing. Maka, terkait dengan festival ini ada baiknya juga dipamerkan berbagai karya FLP baik sejak zaman “old” sampai zaman “now.” Bahkan, bisa jadi setelah FSII ini akan lahir semacam Pusat Dokumentasi Sastra FLP (mungkin seperti PDS HB Jassin) yang lengkap dalam sebuah ruangan khusus sebagai tanda bahwa FLP telah berbuat untuk Indonesia dan kemanusiaan.

Keempat, penerjemahan karya ke bahasa asing. Hal ini bisa dikaitkan dengan FSII pada bagian tiga di atas, atau bisa juga dilakukan secara simultan sampai kepengurusan selesai. Jika melihat sumberdaya kita, paling tidak saat ini kita dapat menerjemahkan karya FLP ke dalam tiga bahasa asing: Arab, Inggris, dan Perancis. Anggota FLP lulusan kampus berbahasa Arab sangat banyak, pun demikian yang berbahasa Inggris dengan nilai TOEFL dan IELTS yang bagus, serta penerjemahan bahasa Perancis. Tiga bahasa ini bisa jadi langkah awal saja dalam penerjemahan karya yang sangat berguna ketika ada acara internasional seperti residensi penulis, atau acara internasional lainnya yang memerlukan karya berbahasa selain Indonesia.

Tentu saja, tanpa melupakan pentingnya bahasa daerah, kita dapat membuat penerjemahan karya ke beberapa bahasa daerah. Saat ini, tidak bisa dimungkiri bahwa banyak daerah di Indonesia yang belum mendapatkan akses pendidikan dan bacaan yang bagus. Di titik itu, jika FLP juga menerbitkan karya berbahasa lokal akan sangat membantu saudara-saudara kita dalam meningkatkan kapasitas pendidikan sekaligus untuk menjaga dan merawat agar bahasa-bahasa kita—sebagai kekayaan bangsa—tidak punah seiring dengan perkembangan zaman. Bermitra dengan Badan Bahasa Kemendikbud cukup penting untuk penerjemahan karya ke bahasa daerah dan merawat agar bahasa daerah tidak punah.

Kelima, pengorbitan 100 penulis tiap tahun. Secara berjama’ah FLP dapat membantu penulis muda untuk menerbitkan karya-karya mereka. Satu tahun 100 penulis bisa dilakukan lewat kerja-kerja efektif untuk membantu para penulis muda. Beberapa penulis tertentu memang bisa eksis dengan sendiri, akan tetapi tidak jarang yang membutuhkan sentuhan institusi untuk itu. Maka, pengorbitan dalam empat tahun (satu periode kepengurusan) kita dapat mengorbitkan minimal 400 penulis muda dengan akan mewarnai Indonesia dengan karya-karya mereka di berbagai toko buku dan acara-acara literasi di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pin It on Pinterest

Share This