JAKARTA, FLP.or.id – “Membaca dan menulis adalah perpaduan aktivitas yang sangat memungkinkan dilakukan dalam kondisi apa pun. Budaya ini harus ditumbuhkan di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, juga ditumbuhkembangkan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP),” kata Yasonna H. Laoly, Menteri Hukum dan HAM, pada Peringatan Hari Dharma Karyadika di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (30/10/2017).
Peringatan Hari Dharma Karyadika 2017 sekaligus menandai kerjasama Kemenkumham dengan beberapa pihak, salah satunya FLP, untuk meningkatkan budaya membaca dan menulis bagi WBP. Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) FLP 2013-2017, Sinta Yudisia, menandatangani nota kesepahaman tersebut bersama Perpustakaan Nasional, Kompas Gramedia, PT Pos Indonesia (Persero), dan Pustaka Bergerak.
Penandatanganan nota kesepahaman ini merupakan lanjutan dari Rapat Penyusunan MoU tentang Peningkatan Budaya Membaca dan Menulis Bagi Tahanan, Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Narapidana, dan Klien Pemasyarakatan, yang dilakukan seminggu sebelumnya di kantor Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham , Jakarta.
“Tahanan, Anak, Narapidana, dan Klien Pemasyarakatan adalah bagian dari warga negara yang termarjinalkan karena perbuatan mereka yang melawan hukum. Namun kesempatan memperluas pengetahuan, tetap menjadi hak mereka,” kata Yasonna. Maka pada momentum tersebut, Yasonna akan memperbanyak ketersediaan buku di perpustakaan-perpustakaan rutan dan lapas. Para tahanan dan narapidana juga akan dilatih menulis agar mereka dapat mengekpresikan diri, menuangkan keluh kesah, dan lebih jauh dapat menghasilkan karya yang inspiratif.
Pengembangan diri tahanan dan narapidana dalam kemampuan membaca dan menulis juga ditegaskan oleh Duta Baca Nasional, Najwa Shihab, dalam sambutannya pada acara tersebut. “Buku dapat mengubah dunia, buku mengubah nasib manusia,”kata Najwa. Ia kemudian mencontohkan Brazil dan Italia yang memiliki program literasi bagi narapidana. Brazil misalnya, mencanangkan program “Redemption Through Reading, yakni memberikan remisi 4 hari bagi narapidana yang membaca buku kemudian menulis resensi buku yang telah dibaca. Dalam setahun mereka akan mendapat remisi maksimal 48 hari.
Hampir sama dengan Italia, tepatnya di regional Calabria, yang terinspirasi dari program di Brazil . Bagi narapidana yang dalam setahun membaca 16 buku dan menuliskan resensinya, akan mendapat potongan tahanan sebanyak 48 hari. Brazil dan Italia termasuk negara dengan jumlah tahanan yang banyak dan kondisi rutan yang buruk. Melalui program literasi bagi narapidana, kedua negara tersebut perlahan mencoba menunaikan hak warga termarjinalkan tersebut untuk meningkatkan pengetahuan dan juga menjadikan narapidana memiliki kemampuan menulis yang diharap dapat mengubah hidup mereka.
Dengan ditandatanganinya nota kesepahaman Peningkatan Budaya Membaca dan Menulis Bagi Tahanan, Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Narapidana, dan Klien Pemasyarakatan, FLP resmi menjadi mitra Kemenkumham RI. Nota kesepahaman tersebut akan dituangkan dalam perjanjian kerjasama, dan selanjutnya FLP siap terjun ke rutan dan lapas untuk memberikan pelatihan menulis bagi para tahanan dan narapidana. (dee)