Hello FLP’ers. Kita akan kenalan langsung dengan Ketua FLP Pusat periode 2013-2017. Pasti pengen tahu kan bagaimana “dapur” kreativitas Mbak Sinta Yudisia? Langsung saja simak hasil wawancaranya ya!
Mbak Sinta, apa motivasi menulisnya? Bagaimana menjaga untuk tetap disiplin menulis? Aku sering ketiduran nih.
Saya juga sering ketiduran kok :D. Motivasi menulis karena insya Allah ingin melipat gandakan kebaikan. Dengan menulis, kalau nilai-nilai kebaikan kita dicontoh orang lain, insya Allah menjadi tabungan pahala. Disiplin menulis, yang penting setiap hari dijatah waktu meski sedikit untuk menuangkan gagasan dalam tulisan.
Ada nggak ritual khusus yang dilakukan sebelum menulis?
Diusahakan minimal membaca basmallah dan shalawat. Bila bangun tengah malam, sholat dan baca Quran dulu, baru menulis.
Bagaimana sih manajemen waktunya Mbak Sinta menulis dan keluarga?
Pagi waktunya sibuk memulai aktivitas bersama keluarga. Siang sampai sore mengerjakan beragam urusan baik tugas kampus, belanja, memasak dan lain-lain. Malam kadang kuliah dan menyempatkan untuk menulis di sela waktu. Waktu yang nikmat untuk menulis adalah malam hari.
Mantranya apa kok tulisannya makjleb?
Apa ya? Menulis dari hati, barangkali ya. Semisal menulis lepas tentang doa safar misalnya, memang muncul dari hati yang mengalami keajaiban doa perjalanan. Karena terkesima oleh satu kejadian dan benar-benar merasuk dalam hati, dituliskan, boleh jadi tulisannya mencerminkan perasaan saat itu sehingga memberikan dampak psikis yang lebih luas.
Apa sih pengalaman paling unik atau mengesankan selama jadi penulis?
Banyak sekali pengalaman unik. Yang paling membahagiakan adalah ketika buku terbit: kaget dengan covernya, kaget dengan bentuk fisik bukunya. Apalagi kesan pembaca berbeda-beda. Ada yang mengapresiasi positif, ada yang mengkritik tajam. Yang sangat mengesankan dan meninggalkan jejak yang dalam adalah ketika ikut lomba: menang ataupun kalah. Hal lain yang unik adalah dengan menjadi penulis kita dapat berkunjung ke daerah-daerah di Indonesia
Bagaimana dengan suami? apakah mendukung dengan syarat atau mendukung tanpa syarat?
Suami mendukung dengan syarat, tentunya. Saya harus bisa membagi waktu dengan baik, dan ketika di rumah harus dapat mendampingi anak-anak dalam tugas sekolah, ibadah atau membantu memecahkan masalah. Selain itu juga harus ada waktu untuk berkomunikasi berdua.
Nah, gimana sih cara menjelaskan kepada buah hati ketika harus ada road show buku yang baru terbit (anak tidak bisa ikut).
Alhamdulillah, anak-anak bangga dengan profesi Bundanya. Setiap kali pulang dari satu daerah, saya membawa oleh-oleh cerita, sehingga mereka terkesima. Misal, waktu mengunjungi Banjarmasin, saya ceritakan tentang anak-anak SD yang berlari pagi, melompat dari satu perahu ke perahu yang lain untuk mengejar jam masuk sekolah. Anak-anak jadi ingin tahu kisah menarik lainnya. Selain itu, banyak-banyak berdiskusi tentang beragam hal, yang ada sangkut pautnya dengan buku atau perjalanan yang akan dilakukan. Semisal, sewaktu akan berkunjung ke luar pulau, digambarkan kepada anak-anak betapa berbedanya satu daerah dengan daerah yang lain. Alhamdulillah, anak-anak memahami bahwa perjalanan ini bukan sekedar shopping, hura-hura, tetapi perjalanan yang membawa nilai hikmah dan ilmu pengetahuan, dan tentu saja kerja sama dengan manager. Suami hobby masak, sehingga saat saya keluar kota, justru melakukan happy cooking dengan anak-anak.
Siapa motivator Anda menulis Mbak? Ada target untuk menulis buku apa yang saat ini belum terlaksana?
Teman-teman Forum Lingkar Pena adalah motivator yang baik. Biasanya, ketika melihat buku salah seorang teman terbit, atau ada teman yang berprestasi, timbul letupan keinginan: ah, aku juga harus bisa! Tulisan yang banyak memberikan inspirasi adalah tulisan-tulisan para pelaku sejarah seperti Sir Muhammad Iqbal, Ibnu Batutah, Ibnu Khaldun, dll. Banyak sekali karya para ulama yang membuat motivasi menulis bangkit. Masih banyak buku yang belum dituliskan terutama novel sejarah dan buku Psikologi Islam. Mohon doanya.
Dari semua karya Mbak Sinta, buku mana yang paling disukai? Bagaimana mengatur jadwal penting dipilih semua atau bagaimana?
Paling suka Takudar dan Rinai. Tentang jadwal penting, memang ada kalanya harus menyiapkan sekian ragam antisipasi, sehingga apabila ada benturan agenda dapat dioptimalkan semua. Misal, ketika kuliah, berusaha tidak absen hanya karena alasan kecil tetapi jatah absen dipakai untuk keperluan keluar kota.
Mbak, bagaimana bila ada benturan dengan agenda anak-anak ?
Sedapat mungkin mendampingi anak-anak dalam situasi penting, berkomunikasi dengan mereka, sehingga saat kepentingan anak-anak “tersisihkan” mereka faham bahwa ada agenda ummat yang menanti. Contohnya, saya berusaha masak sendiri. Saya katakan kepada anak-anak, sepanjang memasak, saya berdzikir, beristighfar atau memurojaah hafalan Quran. Sehingga makanan yang tersaji insyaallah barakah. Ketika suatu saat tidak dapat memasak karena keluar kota, anak-anak tetap merasa bahwa masakan ibunya adalah yang terbaik. Sesering mungkin anak-anak dijelaskan bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat Indonesia yang luas, harus bekerja sama menuntaskan permasalahan ummat. Saat ummi mereka keluar rumah, tujuannya tidak lain adalah memberikan kontribusi. Dengan demikian anak-anak insyaallah akan merasa pengorbanan mereka tidak sia-sia. Saya juga menyampaikan masalah “rezeki” dakwah. Ketika kita niatkan aktivitas untuk dakwah, akan ada banyak rezeki terbentang seperti tubuh yang tidak mudah sakit, otak yang dapat mencerna pelajaran, keluarga yang tetap kompak dan lain-lain.
Apa rahasia Mbak jadi penulis, mahasiswa, istri dan ibu? Apa enggak ribet dengan kegiatan tuh atau ada asisten (ART?)
Hehe… kadang-kadang ribet juga ya. Beberapa kali salah lihat jadwal acara FLP atau jadwal kuliah. Asisten pribadi? Mungkin perlu, mungkin tidak. Saya kemudian membuat kertas di dinding, berisi jadwal hari demi hari. Kalau ada hari ini yang belum tertunaikan, berarti dipindah ke hari berikutnya.
Terakhir, apa saja pesan Mbak Sinta untuk penulis pemula terutama anggota FLP?
Jangan mudah patah semangat! Cita-cita menjadi penulis adalah cita-cita mulia, terhormat, bermartabat dan jalan untuk mengasah karakter kepribadian menjadi lebih matang, lebih kokoh. Bila satu karya gagal, susul dengan karya yang lain. Begitu pula, bila satu karya muncul, ikuti dengan karya lain yang terus diasah.
Demikian wawancara dengan Mbak Sinta Yudisia. Seru ya mengenal lebih dekat dengan Ketua FLP Pusat ini. Nantikan wawancara berikutnya dengan penulis-penulis FLP lainnya. Tetap setia mampir ke website FLP ya! [NS]