Selasa, November 26Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

Mengobati Penyakit Hati

mengelola hatiDi tengah kompleksitas manusia modern, penyakit hati sangat memungkinkan terjadi. Ini sudah alamiah sebenarnya. Sejak awal manusia ada, virus penyakit hati telah diperlihatkan oleh Qabil terhadap saudaranya Habil. Ada banyak macam penyakit hati seperti iri hati, dengki, sum’ah, takabbur, dan seterusnya. Seorang muslim perlu senantiasa membersihkan hatinya dari pengaruh virus-virus hati tersebut.

Jika diperhatikan, sakit hati bisa disebabkan karena beberapa hal. Bisa karena malas, karena sombong, atau karena merasa tidak senang kepada orang lain. Bisa juga karena iri hati dengan rezeki yang Allah berikan kepada orang lain. Dalam kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah memberikan nasihat, “Jangan merasa aneh dengan terjadinya penderitaan-penderitaan selama kau masih hidup di dunia ini karena dunia hanya akan menampakkan apa yang mesti ditampakkannya.”

Ibnu Athaillah juga berkata, “Apa yang tersimpan di kedalaman batin akan tampak pada penampilan lahir.” Ketika menjelaskan perkataan Athaillah ini, Syekh Abdullah Asy-Syarqawi dari Universitas Al-Azhar berkata, “Makrifat dan cahaya ilahi yang ditetapkan Allah di dalam hati seseorang pasti akan muncul pada penampilan lahirnya, pada wajah dan anggota tubuh lainnya.” (Asy-Syarqawi, 2013). Pun demikian sesungguhnya jika yang tersimpan di hati adalah keburukan. Jika tidak terlihat secara langsung, maka cepat atau lambat akan terlihat juga di wajah dan gerak tubuhnya.

Seorang muslim perlu menjaga hatinya agar tidak terjangkiti virus hati tersebut. untuk itu, maka ia perlu memiliki kekuatan hati untuk berubah dan meninggalkan sifat-sifat buruk yang ada dalam dirinya.

Jika seseorang punya niat untuk mengakhiri penyakit hatinya, maka pertolongan Allah pasti akan datang. Allah swt berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka…” (QS. Ar-Ra’ad: 11)

Dalam salah satu suratnya kepada beberapa penguasa, Imam Malik memberikan nasihat panjang yang salah satu isinya adalah, “Hendaknya engkau melaksanakan segala sesuatu yang bisa mendekatkanmu kepada Allah dan menyelamatkanmu dari azab-Nya kelak. Bersiap-siaplah untuk suatu hari yang tidak ada sesuatu pun yang dapat menyelamatkanmu kecuali hanya amalanmu.” (Asy-Syinawi, 2013: 107). Maka mengikuti nasihat ini, tiap kita—yang sejatinya juga adalah pemimpin (ra’in)—perlu merenungkan nasihat dari Imam yang kapasitasnya dianggap “menghimpun ilmu kota Madinah” tersebut.

Maka, momentum Ramadhan yang tengah kita jalani sekarang ini sangatlah penting kita kita isi dengan berbagai amalan yang dapat menghapus penyakit hati. Memperbanyak zikir kepada Allah, lebih khusyuk dalam salat dan qiyamullail baik di awal, tengah, atau di akhir malam. Memperbanyak sedekah kepada kaum dhu’afa. Serta mengikuti berbagai kajian atau pengajian baik yang dapat diakses via internet, atau lewat pengajian-pengajian langsung di berbagai majelis ilmu.

Kita tentu saja perlu menyadari bahwa untuk berubah kita perlu menjadi penuntut ilmu. Jangan gengsi untuk belajar. Terus belajar adalah baik. Datangi majelis ilmu, belajar dari para guru, dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari.  Imam Malik bin Anas berkata, “Sesungguhnya orang yang mencari ilmu harus mendatangi ilmu itu, dan bukan ilmu yang mendatanginya.”

Semoga Ramadhan kali ini menjadikan hati kita lebih bersih dari bulan-bulan sebelumnya. *

Jakarta-Bandung, 7 Juni 2016

*Yanuardi Syukur. Penulis Buku dan Staf Divisi Karya Badan Pengurus Pusat (BPP) FLP 2013 – 2017.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pin It on Pinterest

Share This