MALUKU, FLP.or.id – Keadaan budaya baca di kalangan pelajar, mahasiswa di Maluku mengalami sebuah kemunduran yang cukup paceklik. Bahkan, ruang keluarga sebagai media utama, menjadi tak berfungsi akibat orang tua juga mengabaikannya.
Padahal, tingkat perubahan dunia saat ini sangat bergantung pada sikap dan daya baca generasinya.
Membaca ialah suatu cara menemukan peta peradaban. Bangsa yang beradap adalah bangsa yang rajin baca. Apalagi, Maluku yang sudah mempunyai energi keadaban. Tanpa baca, kekayaan Maluku akan terbaikan dan pasti punah.
Menindaklanjuti hal tersebut, upaya pemertahanan baca yang sudah kelihatan “loyo”, semangat itu tetap digaunkan oleh mereka yang peduli dengan hal itu.
Itulah yang dilakukan oleh Kantor Bahasa Maluku di bawah kepemimpinan Asrif, M. Hum., dengan mengadakan pelatihan instruktur literasi bagi komunitas di Maluku sejak 4-6 Juli 2018 di Ambon.
Menanggapi gagasan besar tersebut, Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Maluku menaruh rasa terima kasih atas terlaksananya kegiatan tersebut.
Dalam rilisnya ke media, Ketua FLP Maluku, M. Nasir Pariusamahu mengaku sangat berterima kasih atas gagasan brilian tersebut. “Temu komunitas ini merupakan itikad baik Kantor Bahasa Maluku dalam mempertemukan seluruh komunitas literasi di Maluku. Hal ini perlu didukung oleh semua pihak.”
“Katanya lanjut, “Kegiatan ini menjadi penguat ide, semangat, dan gerakan dari lintas komunitas untuk saling berbagi pengalaman. Sehingga, nilai bersama dalam mencapai tujuan bisa digerakan secara berkelanjutan dan mentradisi. ”
“Maluku sungguh kaya dengan sumber literasi, baik dari budaya lokal, kuliner, laut yang bisa difiksikan maupun diilmihakan. Berkaca pada Jepang yang diisolasikan 200 tahun oleh dunia, bisa terkenal dengan kulinernya. Nah, hal itu akan terwujud manakala bisa didokumentasikan lewat tulisan,” tambah Pariusamahu.
Terkait dengan itu, Opa Rudi, Sastrawan Maluku menambahkan budaya literasi harus dihidupkan sejak dini, serta tak boleh patah semangat. Lanjut beliau juga,” jangan terbawa mitos bahwa cerita kampung kita ada di Belanda. Padahal, kita sendiri adalah sumber dan pencerita.”
Tersebutkan ada 15 komunitas literasi diundang sebagai peserta dalam pelatihan ini. 50 orang dibina, dilatih dan ditantang untuk mengawal proyek kemanusiaan ini. (Humas FLP Maluku)