Selasa, Maret 11Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti

Catatan Silaturahmi Media Islam dengan MUI (5): Dr. Usman Yatim: Media Islam Perlu Mengikuti UU Pers

Direktur Uji Kompetensi PWI Pusat Dr. Usman Yatim membahas tentang media Islam dan produk jurnalistik dengan mengutip perkataan Harmoko, “Walau saya menteri tapi darah dan daging saya tetap wartawan.”

Menurut Yatim, saat ini posisi media Islam sangat lemah baik dari modal, bisnis, kualitas, dan status-mainstream. Citra kita juga buruk dengan label radikal, terror, hoax, ujaran kebencian, anti kebhinnekaan, intoleran, antipacasila, antiNKRI, dan seterusnya.

Hari Pers Nasional (HPN) tahun ini yang akan berlangsung di Ambon 9 Februari menarik untuk dicermati. “Apakah kita semua layak merayakan hari pers nasional?” tanya beliau. Saat ini media yang diakui adalah media mainstream.

Media yang menjadi korban pemblokiran adalah karena dianggap menyebarkan hoax.

Indikator yang membuat sebuah media diblokir adalah karena tidak berbadan hukum, tidak memiliki susunan redaksi yang jelas, tidak mengikuti kode etik jurnalistik, tidak mengikuti UU No. 40/1999 tentang Pers dan tidak dinaungi Dewan Pers, serta wartawan yang profesional.

Apa itu wartawan profesional?

Menurut Yatim, wartawan profesional adalah yang berstandar yang punya kompetensi SPK (Sikap, Pengetahuan, Keterampilan), pengakuan kompetensi UKW oleh lembaga seperti PWI, AJI, yang ditunjuk oleh Dewan Pers (kartu dan sertifikat). Syarat UKW adalah media tersebut harus berbadan hukum (terdaftar, terverifikasi/barcode oleh Dewan Pers). Ketentuan mengenal hal ini tercantum dalam Piagam Palembang yang berlangsung pada HPN 2010.

Yatim juga menjelaskan lemahnya media Islam saat ini karena ada di antara media Islam yang saling mengkafirkan satu dengan lainnya. Selain itu, media Islam juga lemah dalam verifikasi informasi, padahal verifikasi merupakan hal penting dalam berita. *

*Yanuardi SyukurPengurus FLP Pusat Divisi Karya periode 2013 – 2017. Penerima Beastudi Etos Dompet Dhuafa 2001-2003. Dosen Program Studi Antropologi Sosial Universitas Khairun, Ternate.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pin It on Pinterest

Share This