PALEMBANG, FLP.or.id – Apalah artinya berkomunitas kepenulisan, jikalau tanpa pembedahan karya. Kebutuhan akan bedah karya inilah yang dipenuhi oleh FLP Cabang Palembang melalui ajang TEA TIME.
Seperti yang berlangsung pada akhir Oktober lalu, TEA TIME menghadirkan penulis fiksi Azzura Dayana selaku pemateri. Materi yang dikupas ialah soal pembuatan cerita pendek (cerpen).
Para peserta sudah siap dengan membawa cerpen masing-masing. Acara diisi dengan membahas kekurangan dan kelebihan cerpen-cerpen tersebut.
“Beberapa karya peserta sudah bagus dalam hal diksi, pemilihan katanya,” kata Azzura.
Tips untuk memperbaiki mutu diksi ini, turut disampaikan oleh novelis Sinta Yudisia. Menurut psikolog yang tak lain juga Ketua Badan Pengurus Pusat (BPP) FLP ini, penulis harus membekali diri dengan keterampilan bersyair.
“Menulis puisi bukan hanya bagi penyair. Penulis fiksi non fiksi pun butuh keahlian bersyair, agar ketika menulis naskah tidak miskin diksi!” tutur Sinta pada kesempatan terpisah.
Selain kelebihan diksi tersebut, pada acara bedah karya itu, Azzura menemukan rata-rata karya peserta kurang dalam 4 hal. “Masih kurang untuk penggunaan tanda baca (punctuation), kesesuaian dengan Ejaan Bahasa Indonesia atau EBI, kemudian kurang dalam hal eksplorasi latar, dan masih kurang dalam meramu konflik.”
Kendati demikian, menurut Azzura, peserta bedah karya tampak menerima dan merasa sangat senang karyanya dikomentari.
Selain membahas penulisan fiksi seperti cerpen, Tea Time juga memiliki jadwal untuk pembahasan penulisan puisi.