Oleh dr Dito Anurogo MSc
Jakarta– Gerakan Literasi Nasional bertujuan untuk menumbuhkembangkan budaya literasi pada ekosistem pendidikan, mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam rangka pembelajaran sepanjang hayat sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup.
Hal itu diungkapkan Prof Dadang Sunendar M Hum saat menyampaikan presentasi berjudul “Upaya Pembinaan Bahasa melalui Pembudayaan Literasi Baca-Tulis dan Bernalar Tingkat Tinggi” pada kegiatan Bimbingan Teknis Instruktur Literasi Baca-Tulis Tingkat Nasional di Hotel Grand Cempaka Putih, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Kegiatan yang diikuti oleh 120 orang dari kalangan guru, pegiat literasi, dan penyuluh bahasa dari 34 provinsi di Indonesia itu berlangsung pada tanggal 8-14 April 2019. Hal ini merupakan tahap awal dari rangkaian kegiatan bimbingan teknis literasi baca-tulis yang dilaksanakan oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Mengapa perlu ada Bimtek Pembinaan Kebahasaan? Prof Dadang Sunendar menjelaskan bahwa hasil penelitian tentang Pemahaman Guru terhadap Jenis Teks terhadap 1467 guru yang terpilih secara acak sungguh mencengangkan. Riset itu mengungkapkan bahwa masih dijumpai guru yang tidak paham akan jenis teks deskripsi (46%), eksplanasi (48%), eksposisi (42%), narasi (48%), prosedural (43%), dan laporan (51%).
Prof Dadang Sunendar juga memaparkan peta jalan Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang terdiri dari lima tahapan, yakni: rintisan dan pengenalan, penyelasaran dan pelaksanaan, perluasan dan penguatan, pemantauan dan evaluasi, serta pengembangan. Program yang memiliki prinsip berkesinambungan, terintegrasi, dan melibatkan semua pemangku kepentingan ini dimaksudkan untuk menciptakan ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berorientasi pada penumbuhan budi pekerti.
Untuk mensukseskan GLN, Kemendikbud telah mengkreasikan beberapa program literasi. Misalnya: Gerakan Literasi Keluarga, Gerakan Literasi Sekolah, Gerakan Literasi Masyarakat, Gerakan Literasi Budaya, Gerakan Literasi Baca-Tulis, serta Satu Guru Satu Buku. Semua program literasi tersebut memerlukan literasi dasar sebagai pondasi dasar keterampilan abad ke-21. Literasi dasar tersebut berupa: literasi baca-tulis, literasi budaya dan kewargaan, literasi digital, literasi finansial, literasi sains, dan literasi numerasi.
Ada beberapa strategi GLN. Yakni penguatan kapasitas fasilitator, peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar bermutu, perluasan akses terhadap sumber belajar dan cakupan peserta belajar, peningkatan pelibatan publik, serta penguatan tata kelola. Adapun capaian GLN, antara lain: 546 bahan bacaan literasi, 264 kegiatan literasi, Gerakan Indonesia Membaca di 64 kabupaten/kota, terbentuknya 83 Kampung Literasi, penguatan 420 Taman Bacaan Masyarakat, perjanjian kerjasama (MoU) antara Kemendikbud dan PT Pos Indonesia tentang Pemanfaatan layanan pos dalam pengembangan pendidikan dan kebudayaan, serta perjanjian kerjasama (PKS) antara Badan Bahasa dan PT Pos Indonesia tentang program pengiriman buku dalam pelaksanaan GLN.
Badan Bahasa juga telah mengadakan GLN. Beberapa di antaranya: pengadaan bahan bacaan, Bimtek penggiat literasi, festival literasi, penyediaan 115 bahan bacaan untuk wilayah 3T, KBBI V, pengadaan bahan ajar dan penunjang BIPA, serta laboratorium kebhinekaan.
Kegiatan di hari pertama ini berlangsung lancar, tertib, dan interaktif. “Ngegas poll,” demikian kesan Yeti Islamawati, salah satu peserta yang juga guru Mts Negeri 9 Bantul.
(Dito Anurogo, duta literasi dari pegiat literasi Forum Lingkar Pena Sulawesi Selatan, dosen tetap di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar, penulis puluhan buku, aktivis di IMA Chapter Makassar dan LP3I ADPERTISI)