FLP Wilayah Yogyakarta telah melaksanakan Up Grading pada tanggal 28 Februari hingga 2 Maret 2014. Agenda yang menjadi alur kaderisasi ini, diikuti oleh anggota aktif FLP.
Up Grading terasa istimewa karena dilaksanakan di atas puncak bukit Kebun Buah Mangunan-Imogiri dengan pemandangan yang sangat indah.
Bahkan sebagian dari kami menganggap bahwa tempat ini seperti negeri di atas awan. Anggapan tersebut sangat beralasan, karena ketika pagi hari setelah subuh, kami melihat saat-saat matahari terbit diselimuti awan yang berada di bawah tempat kami berdiri. Suasananya pun terkesan sangat kondusif karena daerah tempat kami melaksanakan acara adalah hamparan kebun buah yang sangat menyejukkan mata. Bagi para penulis, tempat ini adalah sebuah ladang inspirasi.
Pada hari pertama, jumat 28 Februari 2014, peserta dikondisikan untuk menumbuhkan nuansa kekeluargaan sesama anggota FLP. Aktivitas yang dilakukan adalah games dan membuat aturan-aturan yang disepakati bersama sekaligus pembagian tugas selama Up Grading berlangsung. Acara ini didesain oleh panitia yang diketuai oleh Adiemurty, sebagai ajang untuk saling mengenal dan memahami lebih dalam antar anggota FLP. Di samping itu, peserta diminta untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan memasak makanan sendiri dengan bahan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Agenda hari pertama ini ditutup dengan rapat ‘keluarga’ sebagai sarana evaluasi harian sekaligus perencanaan pembagian tugas untuk esok hari.
Pada hari kedua, agenda Up Grading diawali dengan materi tentang analisis sosial dan keorganisasian disampaikan oleh Mas Ganjar Widhiyoga (Ketua Bidang Kaderisasi BPP FLP 2013-2017). Ia memaparkan bahwa tujuan anggota FLP memahami metode dan analisis sosial adalah agar kita dapat memberikan solusi yang kaya dalam menyelesaikan masalah bagi masyarakat, khususnya dengan tulisan. Seorang penulis adalah sekelompok orang yang ingin melakukan transformasi sosial dengan tulisan, oleh karenanya ketajaman kita mengenali masyarakat akan menjadi bekal penting untuk merumuskan solusi-solusi yang ditawarkan. Sebagai contoh, beliau bercerita tentang buku ‘Existere’ karya Bunda Sinta Yudisia. Buku ini bercerita tentang kehidupan orang-orang yang berkecimpung sebagai PSK atau diistilahkan dengan ‘kupu-kupu malam’. Gaya bahasa dan penuturan yang santun membuat para pembaca menyadari bahwa solusi untuk menyelesaikan masalah prostitusi tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sisi psikologis tokoh-tokoh yang berperan sebagai kupu-kupu malam hingga latar belakang kehidupan mereka yang menyebabkannya terjerumus pada lembah haram terbesar se-Asia Tenggara bernama Dolly itu seharusnya menjadi bagian dari pertimbangan kita menyelesaikan satu masalah sosial ini. Bukan hanya sekedar sok mengatakan zina itu haram dengan kenaifan, kemudian mengutukinya tanpa melakukan sebuah perubahan yang konkrit. Namun yakinlah untuk menyelesaikannya butuh upaya-upaya yang kaya solusi dalam berbagai aspek, misalnya secara psikologis, ekonomi dan sosial.
Di hari yang sama, peserta diajak diskusi terkait paradigma karya oleh Mas Taufiq DS Suyadhi (Ketua Bidang Kaderisasi FLP Wilayah Yogyakarta). Ia menjelaskan bahwa karya merupakan salah satu bukti nyata bahwa seorang penulis telah melakukan pencerahan dengan tulisannya. Hal tersebut bisa dalam bentuk buku. Bagi seorang yang mengaku dirinya telah berkecimpung di dalam dunia literasi, maka paradigma karya yang harus diutamakan adalah bentuk tulisan yang mencerahkan dengan berdasarkan nilai dan idealisme Islam. Kemudian pada sesi ketiga, peserta diajak untuk berdiskusi terkait “Aku, FLP dan Dakwah Kepenulisan” bersama Pengurus Harian FLP Wilayah Yogyakarta. Tujuan diadakannya sesi ini adalah untuk refleksi sekaligus perumusan arah gerak FLP ke depan.
Dari serangkaian agenda Up Grading yang telah dilaksanakan. Terdapat poin penting yang menjadi bekal bagi para peserta dalam upaya menjalankan roda keorganisasian FLP Wilayah Yogyakarta. Poin-poin tersebut terkait fokus gerak untuk beberapa bulan ke depan berupa perbaikan internal di dalam tubuh FLP. Perbaikan tersebut meliputi:
- Mengoptimalkan potensi anggota FLP Wilayah Yogyakarta. Beberapa upaya yang menunjang target ini adalah perbaikan databaseanggota, khususnya terkait keahlian yang dimiliki oleh anggota agar dapat diberdayakan dengan optimal untuk dakwah kepenulisan.
- Menciptakan kultur ‘FLP adalah Keluarga’. Dalam upaya menghadirkan kultur tersebut, dibutuhkan komunikasi yang baik antar pengurus harian dan anggota. Tidak hanya itu, setiap anggota perlu membudayakan saling memotivasi dalam berkarya di FLP, sehingga FLP menjadi rumah yang nyaman bagi orang-orang yang ingin belajar dan berkarya.
- Menjadikan paradigma produktivitas sebagai bagian dari upaya menghadirkan nuansa karya di internal anggota FLP. Pandangan produktivitas ini meliputi proses dan monitoring perkembangan anggota dalam berkarya.
Sebuah ungkapan yang sangat bermakna disampaikan oleh Mas Ganjar Widhiyoga sebagai penutup tulisan ini. Beliau menuturkan bahwa FLP hadir untuk menjaga setiap anggotanya untuk terus termotivasi dalam berkarya. Karena motivasi berkarya itu adalah jiwa seorang penulis. Selama kita masih mau belajar dan menulis, karya tulis berupa buku ataupun yang lain tinggal menunggu waktu. Ibarat telur, ia hanya menunggu menetas. Entah kapan waktu menetas itu, namun Allah tentunya punya waktu yang tepat untuk kita mendapatkan kesempatan itu, yang penting bagi kita adalah nuansa senang belajar, berproses dan jangan pernah berhenti menulis.
Yogyakarta, 4 Maret 2014
Ketua FLP Yogyakarta: Solli Murtyas