Halo FLP’ers. Kita akan berkenalan dengan juara pertama Lomba Cerita Rakyat Nusantara 2015 yang diadakan Kemendikbud. Yuk, langsung saja kita kenalan dengan Sabir atau yang lebih kita kenal, Daeng S. Gegge Mappangewa. Selamat membaca!
Kapan Daeng Gegge mulai menulis dan kenapa menulis?
Saya mulai menulis sejak SD kelas lima. Pertama kali menjadi pemenang lomba mengarang tingkat kecamatan di acara HUT RI. Saat SMP saya sudah mengirim cerpen ke media nasional, setelah dikonsultasikan kepada guru Bahasa Indoenesia. Saya menulis karena ingin melihat nama saya ada di media. Setiap saya membaca cerpen, saya selalu membayangkan nama penulis di bawah judul cerpen itu adalah namaku. Jadi setiap selesai membaca cerpen, saya selalu berusaha untuk melanjutkannya dengan menulis cerpen juga.
Siapa yang mendidik atau mengajari Daeng Gegge menulis?
Autodidak. Tapi saya sejak kecil memang suka membaca. Ketika teman-teman SD saya asyik bermain di lapangan, saya lebih senang masuk perpustakaan untuk membaca. Mungkin karena tidak ada yang mendidik, akhirnya saya butuh waktu yang cukup lama (sembilan tahun) untuk bisa menembus media.
Buku apa yang menginspirasi Daeng Gegge ?
SMP saya membaca buku, “Mengarang Itu Gampang” karya Arswendo Atmowiloto. Buku itu adalah buku kakak teman saya yang kuliah di Makassar. Saya benar-benar percaya bahwa mengarang itu gampang meskipun tulisan saya belum juga termuat hingga bertahun-tahun.
Apa kegiatan Daeng Gegge selain menulis? Apakah keluarga mendukung?
Saya guru sekaligus Kepala SMA Plus Al Ashri Global Mandiri Telkomas Makassar. Keluarga sangat mendukung saya nyambi sebagai penulis.
Bagaimana Daeng Gegge membagi waktu penulis, mengajar dan keluarga?
Membagi waktu menulis, mengajar dan keluarga memang berat. Terutama jika ada undangan bawa materi di luar kota dan bermalam, otomatis waktu untuk bersama keluarga akan tersita. Prinsip saya, jika tak punya banyak waktu luang untuk keluarga dan karier, paling tidak bisa memanfaatkan waktu luang yang sedikit itu.
Berapa lama Daeng Gegge menyelesaikan tulisan?
Untuk cerpen, saya pernah menyelesaikannya dalam watu tiga jam. Itu ketika saya menjadi kontributor cerpen di media remaja yang menuntut saya harus produktif. Tapi jika untuk lomba, apalagi setelah masuk dunia kerja, untuk sebuah cerpen saya kadang harus menghadapinya berhari-hari, tapi sekali menulis satu sampai dua jam, saya tinggal lagi. Apalagi kalau deadline-nya masih lama, saya nggak butuh buru-buru tapi biasanya kalo tulisan sudah mengalir, saya yang penasaran untuk menyelesaikannya karena ingin tahu endingnya akan seperti apa. Jadi, kadang saya menemukan ide, tapi belum punya ending.
Apa pentingnya organisasi kepenulisann menurut Daeng Gegge ?
Sangat penting. Di komunitas dalam hal ini FLP, saya bisa berbagi dengan teman-teman yang lain. Saya termotivasi untuk terus menulis setiap bertemu dengan teman-teman. Saya memang tidak lahir di FLP, tapi saya besar dan merasa berarti di FLP.
Apa alasan Daeng Gegge sering ikut lomba menulis?
Saya suka ikut lomba, selain karena hadiahnya, juga karena lomba ada deadline. Saya termasuk penulis spesialis deadline.
Bagaimana mempersiapkan diri sebelum lomba? Apa saja tips strategi menang lomba?
Persiapannya, mencari ide yang tepat. Terkadang saya harus mengeksekusi beberapa ide untuk kemudian saya tulis. Saya benar-benar harus teliti dipemilihan ide ini. Setelah ide ditemukan ( ide yang unik, menurutku) saya berusaha menulisnya tanpa ada beban bahwa cerpen yang saya tulis ini adalah untuk lomba. Jika terbebani, kadang tak ada yang bisa saya tulis. Sebisa mungkin saya mengendapkan dulu tulisan yang saya akan ikutkan lomba. Saya tetap butuh waktu berpikir, sudah logiskah semua yang saya tulis, sudah tepatkah ending yang saya ambil. Saya terkadang tiga kali ganti ending baru kemudian merasa telah menemukan ending yang tepat. Saya juga berusaha punya proofreader. Sebelum kirim ke panitia lomba, saya meminta proofreader saya untuk membantu mencari hal yang tidak logis, kesalahan ketik, atau bahkan penggunaan kalimat yang tidak baku. Saya benar-benar harus teliti karena saya sadar naskah saya akan bertarung dengan ratusan bahkan ribuan peserta.
Apa ide yang kuat pilihan juri menurut Daeng Gegge ?
Tergantung lombanya. Tapi selama ini, semua lomba yang saya ikuti dan saya menjadi pemenangnya, ide yang saya angkat selalu tentang lokalitas, kearifan lokal.
Bagaimana proses kreatif Daeng Gegge menulis untuk lomba cerita rakyat hingga menjadi juara pertama?
Proses kreatif menang lomba cerita rakyat, sama dengan menulis cerpen atau novel. Bedanya hanya persoalan jenis cerita atau tulisan. Saat pemilihan ide, saya berusaha untuk mencari cerita rakyat yang paling saya kuasai tapi belum pernah dibukukan sebelumnya. Setelah mendapat idenya, saya observasi dan berusaha untuk memunculkan sisi lain yang belum pernah diceritakan sebelumnya. Cerita rakyat saya tentang “Nenek Mallomo” kemarin, saya banyak menuliskan kisah atau adegan yang pernah saya dengar dan ternyata saat saya searching di mesin pencari, adegan itu tidak pernah diangkat di buku ataupun blog pribadi.
Apa pesan Daeng Gegge untuk penulis pemula?
Jika kamu punya mimpi untuk menjadi penulis, jangan berhenti sebelum menemukan namamu di media atau sebagai pemenang lomba. Setiap pemula punya jarak yang berbeda untuk tiba di finish. Saya butuh waktu sembilan tahun, jika saya berhenti di tahun kedelapan, saya tidak akan bisa jadi penulis seperti sekarang. Lomba selalu menyediakan lawan tangguh, setiap saya menang (lomba), saya merasa bahwa saya bukan hanya menang bertarung tapi juga menang berdoa.
Nah, teman-teman semoga makin semangat belajar menulis, ya! Semoga bermanfaat, salam literasi! (Laporan Naqiyyah Syam).
Tahniah buat Daeng Gegge…
Inspiratif nih wawancaranya.
Menginspirasi sekali. Suka Dan setuju quotenya. Jika aku menang lomba, aku bukan saja menang bertarung, tetapi aku juga memang berdoa