AMBON, FLP.or.id – Mendongeng merupakan keterampilan berbahasa lisan yang bersifat produktif, bagian dari keterampilan berbicara. Keterampilan mendongeng sangat penting bagi siswa untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi juga sebagai pengembangan keterampilan seni.
Mengacu Permen Diknas tahun 2006 tentang Standar Isi dimana ada sebagian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mengisyaratkan bahwa pembelajaran mendongeng/bercerita tetap mendapat porsi yang strategis dan aktual untuk dibelajarkan pada siswa mulai jenjang pendidikan dasar sampai menengah.
Kini, kegiatan mendongeng sudah jarang dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar karena dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebenarnya kegiatan mendongeng dapat dijadikan konsep strategi bagi guru untuk lebih memaksimalkan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Selain sebagai alternatif pilihan proses pembelajaran, mendongeng dapat menyegarkan suasana kelas, pikiran siswa serta dapat menambah kemampuan keterampilan berbicara.
Padahal, banyak sekali manfaat yang didapat dari proses ini. Mengingat bahasan dalam pelatihan instruktur literasi oleh Kantor Bahasa Maluku tanggal 4-6 Juli 2018 di Ambon, terungkap bahwa pendongeng-pendongeng asal Maluku masih minim. Sementara, bahan untuk mendongeng sangat banyak.
Olehnya itu, guna menghidupkan keterampilan tersebut, FLP Maluku terus mengasah kemampuan para anggota dalam berbagai bentuk minat dan bakat agar terbiasa. Alhamdulillah, momen PLS (Pengenalan Lingkungan Sekolah) SMP IT As Salam Ambon hari ini menjadi sarana untuk itu.
Lewat Ka Nisa, dongeng yang disampaikan berjudul “Batu Badaong & 2 Anak Pembangkang”. Dongeng ini diambil dari Cerita Rakyat Maluku, sebuah buku kolaborasi dari Gerakan Maluku Gemar Membaca (GMGM) oleh Ambon Ekpress, Dinas Pendidikan Maluku dan Pemprov Maluku tahun 2015.
Pemilihan topik dongeng ini dilatarbelakangi oleh keadaan karakter anak zaman milenial yang sudah terkontaminasi dengan warganet. Tentu jika tidak dikuatkan dengan muatan-muatan budaya dan karakter religius, maka kita akan menyaksikan patahan karakter dalam diri anak. Sehingga, media dongeng dapat dipakai sebagai medium sastra yang sangat mudah dipahami dan menyegarkan kecerdasan anak.
Apalagi fenomena sinetron di TV yang menghadirkan drama kebencian, pertengkaran, pembangkangan yang harus dikikis secara dini agar tata krama mereka bisa sopan santun, tidak ugal-ugalan, apalagi mendurhakai orang tua, menyakiti teman, dan memusuhi gurunya.
Zahra, seorang siswa mengaku sangat senang dengan dongeng yang dibawakan Ka Nisa. “Walau suara kaka agak kecil. Ceritanya mengharukan dan membuat saya senang. Mulai saat ini, saya akan mengubah diri saya. Selanjutnya, dia berharap lain kali bisa dibuat lagi.”
Sebagai diketahui, buku ini merupakan hadiah dari Kantor Bahasa Maluku di bawah kepemimpinan Dr. Asrif, M. Hum kepada FLP Wilayah Maluku. (Humas FLP Maluku)