Kamis, April 18Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti


Dari Meja Pengadilan Penulis (2/8): Menyoal Robi Afrizan Saputra dan “Sedang Memperjuangkanmu”

KRITIK KARYA, FLP.or.id – Bertindak sebagai Hakim yakni M. Irfan Hidayatullah, Jaksa Penuntut Topik Mulyana, serta Pengacara Dedi L. Setiawan dan M. Dzanuryadi. Ada sebanyak 8 terdakwa dihadapkan ke meja tulis yaitu HD Gumilang, Robi Afrizan Saputra, M. Ginanjar Eka Arli, Asep Dani, Sri Wahyuni Sastradiharjo, Aya NH, Tuti Frutty, dan Windra Yuniarsih.

Itulah susunan petugas dalam Pengadilan Penulis 2017. FLP Wilayah Jawa Barat mencatatkan sejarah dengan menghidupkan kegiatan tersebut. Persidangannya diselenggarakan pada Sabtu, 24 Desember 2017 di Sekolah Alam Jatinangor. Kegiatan itu diadakan di antara rangkaian acara Musyawarah Wilayah ke-5 FLP Jabar. Kendati semula direncanakan berlangsung selama 1 jam, tetapi serunya persidangan membuat pengadilan digelar hingga lebih dari 2 jam.

Menurut penulis Nurbaiti Hikaru yang sempat menjalani pembinaan di FLP Bandung, Pengadilan Penulis mengingatkannya kepada acara rutin Kamisan FLP Cabang Bandung. Kegiatan dimaksud pada masanya biasa diadakan di selasar Masjid Salman ITB. “Salah satu tradisi Kamisan dulu ada pembantaian karya. Terus kitanya malah senang kalau karya kita yg dibantai. Kalau aku ambil baiknya, orang pada sibuk, masih pada sempat baca karya kita, baik hati kan,” kata wakil Indonesia dalam workshop Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) Novel tahun 2016 itu pada Selasa (26/12/2017).

Untuk kepentingan penyebarluasan khazanah kepenulisan, Notulensi Pengadilan Penulis akan dimuat secara berseri di laman ini. Pertama dimulai dengan terdakwa H.D. Gumilang dan karyanya yang mengulas sejarah nabi. Kali ini ditampilkan catatan Pengadilan atas penulis Robi Afrizan Saputra dan buku “Sedang Memperjuangkanmu”.

Menyoal Robi Afrizan Saputra dan Sedang Memperjuangkanmu

Saat pertama melihat cover buku ini, Jaksa langsung menanyakan, Dimana letak logo dari penerbitnya? Robi menjawab bahwa buku ini diterbitkan secara indie dan menempatkan nama serta logo penerbit di belakang. Hal ini diapresiasi oleh Jaksa karena Robi telah melakukan satu hal yang out of the box: menempatkan logo dan nama penerbit di bagian belakang buku.

Lalu, pertanyaan kedua yang menyusul dari Jaksa, Mengapa judulnya menggunakan kata kerja? Robi berkilah bahwa ia menggunakan judul tersebut karena dirasa paling mewakili isi bukunya. Robi sama sekali tidak merasa terganggu, apakah diksi yang ia pakai menggunakan kata kerja atau bukan.

Jaksa kemudian memberikan tanggapan selanjutnya yang menyatakan bahwa ia meragukan keabsahan buku ini karena ditulis oleh seseorang yang belum menikah. Menurut Jaksa, buku ini membawa perspektif negatif bahwa menikah seakan menjadi momok menakutkan bagi anak muda yang memerlukan banyak persiapan sebelum melakukannya. Hal ini juga yang mengakibatkan Jaksa berpendapat bahwa ia tidak tertarik untuk membaca buku tersebut.

Penulis lalu menjawab bahwa tidak masalah apabila Jaksa tidak tertarik untuk membaca buku ini. Karena sesungguhnya, buku ini Beda Target Market-nya. Ia tidak menyasar orang-orang yang sudah menikah, tapi orang-orang yang sedang berproses menuju tahap tersebut. Hal ini kemudian diperkuat oleh pendapat pengacara bahwa sesungguhnya yang dilakukan oleh Robi ada baiknya. Ia hanya mengingatkan orang lain (termasuk dirinya sendiri) bahwa pernikahan memang butuh persiapan; termasuk dalam hal ilmu, kedewasaan, dan finansial. Hal inilah yang ditekankan agar para pemuda lebih siap dalam menghadapi momen tersebut.

Akhirnya, Jaksa pun menarik kesimpulan bahwa buku ini memang sudah dipersiapkan dan layak untuk terbit. Namun, target pembaca sangat terbatas dan membuat persepsi bagi pembaca. Hal yang menjadi kekhawatiran adalah tidak adanya data empirik yang mengakibatkan keabsahan buku ini jadi berkurang.

Hal ini juga disoroti oleh Hakim. Mengingat, tipe-tipe buku semacam ini sudah banyak dibuat oleh orang lain. Menurut kang Irfan, hal tersebut agaknya sudah menjadi penyakit di FLP. Menulis itu mudah karena hanya Mengompilasi berbagai teori saja. Comot sana dan sini, landasan yang sama cuma berbeda judul yang menarik, akhirnya: menulis hanya menjadi bisnis gagasan.

Buku-buku pernikahan sudah banyak sebetulnya, tren-nya mulai muncul sejak Ust. Muhammad Fauzil Adhim menuliskannya bertahun-tahun silam. Namun, tulisan yang baik itu harus memiliki Konsep Dasar yang kuat. Pikirkan sematang mungkin hingga kita menemukan alasan Mau Jadi Siapa Kelak?

Rhenald Kasali, misalnya. Ia telah memfokuskan diri untuk menjadi penulis buku-buku tentang kepemimpinan. Ia banyak membaca dan memperluas wawasan. Meskipun di Indonesia bagus, tapi di luar sebetulnya ia tidak ada apa-apanya karena teori yang ia ambil juga berasal dari negara di luar sana. Karena itu, kita harus berhati-hati melangkah ke ranah sana gar tidak terjangkit penyakit buku-buku motivasi yang biasa beredar.

Hakim juga mengingatkan bahwa menerbitkan buku itu sebetulnya mudah sekali. Namun, kita juga harus lebih menghargai prosesnya. Sapardi Djoko Damono, misalnya. Ia bertahan dengan prinsipnya untuk terus mengasah diri dan mengirimkan berbagai tulisannya hingga sampai di posisi seperti sekarang. Ia menahan untuk menerbitkan sendiri meskipun buku-bukunya telah laris ribuan ekspemplar. Penyair Hujan Bulan Juni tersebut benar-benar memikirkan layak atau tidak bukunya untuk terbit, tidak hanya permasalahan laku atau tidak laku hingga penulis menerbitkan secara indie dan melompati proses penantian panjang hingga naskah kita diterima penerbit mayor.

Jadi, gelisahlah ketika kita mulai berpikir tentang apa-apa yang sudah kita tulis. Apakah hal tersebut memang layak terbit atau tidak, dan hal-hal semacamnya. Namun, hati-hati ketika kita mulai berpikir bahwa Gue udah nulis sekian buku. Pemikiran ini sangat berbahaya karena akan menumpulkan kualitas karya kita sendiri. Bahkan, nasihat yang sama juga sudah disampaikan kang Irfan kepada kang Abik penulis buku fenomenal Ayat-Ayat Cinta. Karena itu, penulis yang bernama lengkap Habiburrahman El Shirazy pun bertekad untuk lebih berhati-hati sebelum novel-novelnya beredar di pasaran.

Pin It on Pinterest

Share This