Rabu, April 17Literasi Berkeadaban - Berbakti, Berkarya, Berarti


Pengembaraan di Jalan yang Lurus

2142073Inilah novel yang menyajikan nuansa profetik di dalamnya. Judulnya kuat dan jelas menunjukan isi dari keseluruhan cerita. The Straigh Path. Jalan yang Lurus. Walaupun judulnya terdengar seperti non-fiksi, namun novel ini benar-benar sebuah karya fiksi yang inovatif. Penulisnya sangat lihai melukiskan cerita dengan kiasan-kiasan indah dan menarik tapi tetap mudah dimengerti. Cerita dituturkan sedemikian rupa sehingga pembaca mampu menangkap makna yang terkandung di dalamnya.

Walaupun prolog di awal novel ini terasa sedikit membingungkan, ditambah alur cerita yang melompat-lompat tanpa keterangan yang jelas, novel ini tetap memikat. Karena penyajiannya yang unik dan imajinatif. Novel ini menjadi sebuah karya profetik yang sederhana namun sungguh istimewa.

Ada banyak karakter dalam novel ini. tokoh utamanya bernama Khair. Ia adalah seorang pemuda biasa yang menjadi pengikut Sang Guru. Cerita diawali ketika mereka meninggalkan kampung halamannya untuk menempuh sebuah perjalanan menuju Taman Keabadian yang diberitahukan dalam Kitab Cahaya. Pemilik taman ini adalah Sang Penguasa Agung atau Sang Kebenaran. Inilah yang dinamakan perjalanan menempuh Jalan yang lurus itu.

Konflik dimulai di dalam bahtera yang mengangkut rombongan. Khair jatuh cinta pada seorang gadis bernama Rabiya. Namun, gadis itu justru dinikahi oleh sahabat karib Khair yang bernama Tarim. Kekecewaan dan kesedihan atas pengkhianatan inilah yang menyelimuti hati Khair sepanjang perjalanan. Namun, berkat bimbingan dan ajaran dari Sang Guru perlahan-lahan luka itu terobati. Sang Guru mengajarkan ketauhidan dengan cara yang arif dan bijaksana, sehingga anggota rombongan yang menjadi pengikutnya memiliki keimanan dan ketaqwaan yang memadai.

Jalan yang lurus adalah jalan yang berat untuk ditempuh. Selepas mengarungi samudera, masih ada jalan panjang yang digambarkan begitu lurus. Pada ujung perjalanan akan ada sebuah taman indah seperti yang dijanjikan dalam Kitab Cahaya. Tempat itulah yang dituju oleh Sang Guru dan Pengikutnya. Ada banyak hal atau persoalan yang mereka temui sepanjang perjalanan. Mulai dari rintangan  yang ringan, seperti keinginan untuk beristirahat sejenak di bawah teduhnya pohon dan memakan buahnya. Hingga rintangan berat yaitu peperangan. Juga godaan dan cobaan lainnya. Sehingga banyak anggota rombongan yang berguguran, memilih keluar dari jalur, dan ingkar terhadap kebenaran. Salah satunya adalah Tarim.

Novel ini terbagi dengan baik dalam 8 bagian. Setiap bagian menggambarkan kurun waktu tertentu atau episode tertentu yang saling terkait dan merupakan kesatuan yang utuh. Walaupun tidak dituliskan secara gamblang, pembaca dengan mudah dapat mengetahui ajaran-ajaran yang  diterangkan dalam buku ini. Dalam beberapa bagian terdapat cerita yang mengingatkan pembaca pada kisah-kisah kenabian atau bahkan sufi. Contohnya, penggambaran bahtera yang mengingatkan kita pada kisah nabi Nuh a.s. atau kejadian saat Sang Guru berhasil menaklukan seekor singa hanya dengan sebuah do’a.

Selain itu, ada sisi lain yang digambarkan di dalam buku ini. Salah satu bagian yang cukup menarik, yaitu ketika rombongan singgah di sebuah kampung. Disana, terdapat buku-buku dengan judul yang sangat unik. Antara lain berjudul: Sisi Gelap Kitab Cahaya, Antara Jalan yang Lurus dan Jalan yang Tidak Terlalu Lurus, Jalan Yang Lurus dalam Tinjauan sejarah, dan lain-lain. Hal ini menjadi semacam satire terhadap kondisi kehidupan saat ini yang seolah berbudaya padahal kehilangan moral dan jauh dari agama. Penulis menyampaikannya dengan cara yang sangat cerdas dan memukau.

Kisah dalam novel ini benar-benar sarat makna. Jalan lurus yang dimaksud bukanlah sekadar perjalanan biasa melainkan sebuah kiasan bagi pengembaraan hidup manusia. Yang berisi totalitas para penempuhnya dalam mengemban misi, cinta dan cita-cita mulia. Sebuah perjalanan yang menuntun manusia pada penemuan hakikat dan eksistensinya. Sebuah perjalanan menuju tuhan.

Banyak penuturan Sang Guru yang mampu membuat kita terdiam dan merenung bahkan menitikan air mata. Novel ini menggambarkan kehidupan nyata yang kita tempuh di dunia. Mengingatkan kita pada kondisi zaman dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di depan mata kita. Sepertinya novel ini memang sengaja ditulis untuk menyeret kita kembali ke jalan yang lurus.

  • Judul              : The Straigh Path (Jalan yang Lurus)
  • Penulis            : Alwi Alatas
  • Edotor            : Fauzi Fauzan & Farel. M. Rizky
  • Penerbit          : Zikrul Hakim
  • Tahun terbit  : 2006
  • Tebal              : 272 halaman
  • Ukuran           : 12×19 cm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pin It on Pinterest

Share This